RIDER MUSLIMAH
By.Meimei
BAB 1 SI BLACK PERINGKAS WAKTU
Angin siang ini terasa sangat panas, terik sang matahari makin mencekam membuat jaket cream
milik wanita berjilbab itu terasa sedikit panas diarea lenggan. Beruntung
wanita itu memakai sarung tangan saat berkendaraan dengan motor miliknya,
hingga panas matahari tak begitu terasa dikulit tangganya.
“Dih…!!! panas banget, berasa ikan asin dijemur
deh” teriak seseorang yang duduk dibelakang punggungnya
“Apa..!!!” jawab Isyah sembari membuka kaca helm
yang ia kenakan
“Pa-nas bang-et!!!, aku ngerasa jadi ikan asin
dijemur diterik matahari” kali ini Nana mendekatkan kepalanya ke sebelah kanan
telinga Isyah yang tertutup helm
“Wwkwk iya panas banget, bersyukur Na…!!! diluar
sana para bule malah pengen banget panas-panasan” jawab Isyah dengan suara yang
volumenya besar dan pandangannya fokus memperhatikan arah laju kendaraannya
“ Eh iya bener, bule mah berburu matahari lah kita
di Indonesia yang diburu matahari” celetuk
Nana yang masih ingin mengobrol dengan Isyah
Tawa meraka pecah mengiringi perjalanan pada siang
hari ini, Isyah terus menambah kecepatan gas motornya, tak lupa jari jempolnya
siap berada tepat pada bagian pengendali lampu sen dan telakson motornya, jika
sudah begitu laju motornya akan memangkas sang waktu. Secara
otomatis Nana
akan mempersiapakan dirinya.
Tin.. tin.. tin…!!!! berkali-kali
bunyi telakson motor dari arah belakang motor yang dikendarai Isyah
“Woy…!!!
Bawa motor kayak kesetanan ajah, ngejar kalian susah kekejarnya” Teriak seorang pengendara motor dari arah
belakang motor yang di kendarai Isyah
Nana terkekeh mendengar
celotehan suara yang ia sangat kenali,
“ Dasar lambatttt….!!! Teriak
Nana
“ Oh...!!!
anak sastra,
ngagetin ajah, berisik suara telakson mu tuh” Isyah menoleh sebentar ke arah Dani, dan kembali fokus mengendarai motornya.
“SAN...TAIIII!!! AJAH
BAWA MOTORNYA SYAH!!! Bahaya ngebut gitu..!!!” Teriak Dani terbata-bata
menasehati Isyah yang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi
“ Si Isyah lagi kesurupan Kak!!!, jadi ngebut...!!!
wahahahah…” Nana tertawa lepas
“ Panas Kak…!!!
cepetan bawa motornya” teriak Isyah
kepada Dani, sembari menarik gas kendaraanya.
Aspal hitam pekat itu di lintasi dengan begitu
cepat, pacu kendaraan di tarik ulur wanita berhijab segi empat yang memang
hafal dengan jalan yang dilewati. Kadang gas kendaraan itu di pacu sampai 100
km/h dan ada saatnya rem tangan dan kaki di gunakan bersamaan ketika beberapa
kendaraan tak mampu di lewati begitu saja. Bergelut
dengan tarik ulur memacu kendaraan roda dua yang dikendarai.
“Alhamdulilah… sampe juga” ucap Dani sembari menarik nafas panjang
“ Kenapa kakak tuh, macam abis lomba lari ajah “ tanya Nana
yang mulai mengelurakan logat bataknya
“ Gila emang si Isyah, bawa motor kayak punya nyawa
ganda ajah, ngeri kakak lihatnya” jawab
Dani dengan rasa was-was melihat cara berkendara Isyah
“ Menit gak bisa di jeda kak… jadi pangkas ajah si
waktu dengan kemampuanmu exsample
ngebut saat berkendara, asal safety berkendara
terpenuhi, tau jalan yang di lewati, perkiraan saat nyalip kendaraan lain baik
dan percaya perlindungan Allah… ngebut ajah karena ngebut di jalan gak dosa ” ucap Isyah sembari meninggalkan Nana dan
Dani di parkiran motor.
“ Tuh.. dengerin…!!! Ngebut gak dosa wkwkwk eh Isyah!!... kamu
dapet dari mana ngebut itu hukumnya gak dosa? “ tambah Nana yang mengikuti
Isyah meninggalkan parkiran motor
“ Dapet dari buku diary karya dia lah” ucap Dani dengan terkekehnya
“ Asem kalian berdua…!!!” jawab Isyah dengan tawa yang diiringi tatapan tajam kepada kedua
sahabatnya.
Dari kejauhan, dengan jarak 5
meter dari area parkir sudah terdengar hiruk piuk ruangan yang tak pernah sepi
oleh macam-macam jenis manusia millenial dengan ciri khas gaya masing-masing.
Segala aktifitas akan nampak mencirikan siapa pribadi mereka dalam ruangan itu.
Tempat ngibah, curcol, nonton drakor, wifi gratis, sampai cinta lokasi sudah
biasa diruangan ini. Ruangan itu adalah kelas tempat sebuah satu angkatan
dengan jurusan yang sama akan ditempah untuk menjadi manusia yang berwawasan
luas.
“Nana...!!! teriak Tika dari bangku nomor 2 urutan
baris terakhir
“Ah, paling juga bahas oppa-oppa korea di film
drakor.” cetus Isyah kepada Tika
“Ih.. kalo iya kenapa!?, dasar jomblo!!!” balas
Tika sembari mendekati Isyah yang duduk disamping Nissa.
“Kenapa pulak kau nih Tik!!!.. apa yang bakal kau
infokan hari ini pada kami?” tanya Nana yang juga mendekati meja Nissa
“ Film baru Lee Mi Ho?...” Sambung Nissa sembari
menutup novel yang dibacanya.
“ Nah, kui rek baru bener. Gak koyok si Isyah sing
kudet perihal oppa-oppa thamvvvaan...!!!” jawab Tika dengan bicaranya yang alay.
“ Heleh...!!!, ganteng tapi Cuma bisa dipandang,
dan bukan hak milik kita mah percuma kali guys!!!” Jawab Isyah sembari mengotak
ngatik telpon genggamnya
“ Gak papa hiburan Syah, buat para bucin kayak
mereka” tambah Ana sembari menahan tawa.
“ What is the meaning bucin?... aiy tak
faham lah makna bucin..!!!” jawab Tika dengan cara bicaranya yang memakai nada
melayu
“His..!!! cepat kau ceritakan film baru pacar ku
itu” tambah Nana dengan halu yang mulai merasuki pernyataanya.
“ Dasar...!!! Halu level provinsi” tawa geli Isyah
melihat kelakuan teman-temanya
“ Siap... sedia...!!! mari ibu Tika mau cerita apa
hari ini? udah gak sabar mau denger kamu dengan segudang berita terupdate” goda Nissa pada Tika
“ Nah... jadi guys film ini tuh, film terbaru
oppa...” Tika tak sempat menuntaskan kalimat
“ Dosen tuh, udah dulu ngibahnya!!!..” ucap Adam
ketua kelas yang duduk di belakang Nissa
“Ih.. apaan sih ketua kelas cerewet..!!!” sambung
Tika kesal kalimatnya dipotong
“Balik.. kebangku kalian sana, sempit hoy!!!...
aku mau belajar” tambah Isyah yang mengusir Tika dan Nana
“ His..!!!” ucap Nana dan Tika sembari kembali ke
tempat duduk mereka.
Hening langsung menguasai seisi ruangan,
kedatangan dosen bagi mereka adalah hal yang harus dihormati bukan tanpa alasan
karena kelas ini adalah calon tenaga pengajar dengan fokus profesi
masing-masing seperti yang diimpikan. Soal
adab terhadap Dosen memang sangat istimewa walau pada kenyataanya, semua masih sama-sama
tak sempurna untuk menjadi mahasiswa impian para dosen.
“Nissa....!!! materi diskusi sekarang apa?... lupa
aku” Isyah menyengol tangan Nissa yang berada disampingnya dengan suara yang
setengah berbisik
“ Kebiasaan kamu Syah, apa-apa itu disiapkan pas
malem atau jauh-jauh hari. Hari ini maju acak tergantung guncangan Ustad Aziz”
Nissa membalas pertanyaan Isyah dengan tatapan heran begitu santainya Isyah
menghadapi dosen killer seperti Ustad Aziz, Ustad merupakan panggilan yang
wajib dalam fakultas Manajemen Pendidikan Islam
“Malem buat orderan kue aku nih Niss, cepet ada
waktu 3 menitan lagi buat baca-baca catatanmu, hahahah” sambil merebut catatan
Nissa yang sudah tersusun rapih
“Isyah, nanti aku kalo maju gimana?” Nissa menarik
kembali buku miliknya
“Enggak Nis, aku hari ini bakal maju. Kayaknya gitu
sih hohhoho biasa ini firasat yang ngasih tau” tawa Isyah memecahkan kelas yang
hening
“Aisyah... kenapa kamu?” tanya dosen yang dengan
mudah dapat memperhatikan keributan kecil Isyah di bangku depan
“ Ee..e..emm.. ini tadz lagi becanda” Isyah
tertawa kecil untuk menyakinkan dosen
“Okay today, siapa yang mau presentasi?”
tanya dosen kepada mereka yang berada diruangan
“Saya tadz...” Adam mengajukan diri
“Saya siap tadz” sambung Nissa tak mau kalah
dengan saingan IPK tertinggi dikelas
“Cieee....!!!” seisi kelas sibuk menggoda Adam dan
Nissa
“Ciah.. cinlok cinta lokasi mulai tebar pesona”
tambah Isyah menggoda Adam dan Ana
“Isyah..!!!” sentak Adam sembari memukul kepala
Isyah dengan buku
“Aduh, sakit Adam..!!!” Isyah menoleh kebelakang
untuk memperlihatkan ekspresi marahnya
“Kamu Aisyah, Dewi dan itu yang pake kemeja merah
yang pegang buku tapi isinya hp maju!!! Kamu kira dari sini gak bisa lihat apa
yang kamu lakukan dibelakang!?” tunjuk Dosen Killer ini kepada mahasiswa yang
dipilihnya
“Pas banget dapet si Dewi yang pecinta drakor, si
Doni yang raja games, dan aku yang belum baca materi hari ini” curhat singkat
Isyah kepada Nissa
“Mampus kamu Syah, dapet tugas tambahan makalah
dan penelitian” ejek Adam kepada
Isyah
Isyah hanya berdecak pasrah
“ah udahlah, jalanin ajah salah aku juga”
ucapnya dalam hati yang siap menerima konsenkuensi hari ini, yang sudah pasti
dapat satu paket nasihat Ustad Aziz panjang kali lebar kali tinggi, 2 tugas
beda cabang, dan berkurangnya point dalam nilai kehadiran.
“Ah... gak, bukan aku kalo kayak gini ajah
pasrah.” Isyah sibuk membuat strategi untuk persentasi dadakan tanpa sebuah
persiapan, hatinya bergelut dengan segala macam rencana untuk persentasi.
Matanya terus membaca secara cepat semua catatan Nissa, sesekali menampakkan
wajah bingung dan simpul senyum yang tipis.
“Syah gue gak tau judulnya” bisik Doni yang
menampakkan rasa bingung
“Iya.. sama aku gak belajar gara-gara nonton drama
sampe jam 2 subuh” Ucap Dewi dengan wajah yang menyesal karena lalai terhadap
tugasnya
“Hem.. dasar!, penghamuran waktu masa mudah kalian
nih. Over dosis nonton, sama main games.” ucapnya dalam hati yang kesal sekaligus kasihan melihat kedua temannya
yang terlihat bingung
“Hey..!!! ayo segera mulai, dari tadi cuma
mematung didepan saja?” dosen mulai kehilangan kesabaran melihat mereka bertiga
mematung
“Kamu Don jadi moderator, Dewi notulen, aku yang
jelasin” tambah Isyah memasang wajah sok jadi pahlawan untuk kedua temannya
Satu menit berjalan dengan basa-basi dari
moderator sampailah pada bagian Isyah untuk menjelaksan materi Mata Kuliah
Kebijakan Pendidikan.
“ Oke, ini cuma 10 menit buat ngoceh ala
kadarnya, sisanya harus hidupkan kelas selama 1 jam buat menyakinkan dosen
killer itu. Duh, jangan sampe dapet tugas tambahan yang riweh” Isyah terus
mengoceh dalam hati sembari memandangi 36 manusia yang berada didalam ruangan.
35 jumlah teman-temannya dan 1 dosen yang dikategorikan dosen riweh dengan
tugas seabrek.
2 jam berlalu dengan segala drama kelompok yang
kurang persiapan, beruntungnya Isyah berhasil membawa materi hari ini dengan PD
sehingga dosen menerima semua usaha mereka. Ya sedikit kikuk dan mengandalkan
google dan paksaan kedipan mata kepada si yang mengajukan pertanyaan merupakan
strategi untuk menuntaskan tugas tanpa persiapan ini.
“Alhamdulilah, selamet kamu dari tugas penelitian
Syah” Nissa tersenyum bangga melihat sahabatnya yang berhasil dengan tugas
dadakannya
“Gila kau Syah, malam aku nampak story WA kau
penuh dengan promosi kue. Eh, siang ini berhasil dengan presentasi dadakan”
Nana menambahi pujian Nissa
“ Hoeeek... aku gak dihukum kan, huh...!!!” ejek
Isyah dengan mengeluarkan lidahnya untuk menyombongkan diri kepada Adam yang
menghakiminya tadi
“Sombong, itu Cuma kebetulan ajah” Adam pergi
meninggalkan rombongan Isyah yang sudah berkumpul dimeja depan.
“Hih.. dasar ketua kelas nyebelin” Isyah Menatap punggung Adam yang semakin
jauh dari ruang kelas itu eh... pulang ngampus
ke WarBakDa yuk” Isyah mengalihkan pembicaraan
“WarBakDa apaan?...” tanya Tika yang bingung
“War...ung, Bak...so, Dadang.... jadi Warung Bakso
mang Dadang” Nissa begitu faham maksud singkatan itu
“Nah... pinter kamu Nis” Isyah mengacungi 2
jempolnya
Dari kampus hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk sampai ke warung bakso mang Dadang yang
memang menjadi tempat favorit mereka berempat menghabiskan waktu. Terkhusus
Isyah yang sangat menyukai menu bakso buatan mang Dadang. Terhitung 3 tahun
dari mereka semester 1 sampai sekarang semester 6 tetap setia menjadikan warung mang Dadang
tempat berkumpul. Untuk sampai secara cepat Isyah selalu menggunakan Black si
peringkas waktu yang setia menemaninya kemana pun ia pergi.
Ya black motor itu sudah diajak Isyah untuk
berjuang bersama, merasakan perihnya mencapai ambisi yang ada dalam jiwa
mudanya. Kerikil tajam sampai batu besar semua dilewati bersama black. Motor
yang dihadiahkan wanita yang melahirkan Isyah, wanita itu selalu ia panggil
dengan sebutan emak. Ya, emak adalah wanita tangguh yang dengan pendidikan
sebatas SD mampu memberikan sebuah pendidikan luar biasa hebatnya sampai Isyah
mampu mempunyai bisnis kecil diusia remajanya, tidak besar tapi itu cukup
memenuhi kebutuhan pribadinya dan sisanya pembayaran kampus ia perjuangkan
melalui pekerjaan paruh waktu yang sedemikian rupa ia sesuaikan dengan waktu
yang dimiliki.
Dengan Black ia mampu menembus beberapa tempat
dengan seperkian menit, Isyah memang terbiasa memacu kendaraanya dengan cepat. Bahkan
julukannya di kelas adalah seorang rider muslimah karena kebiasaanya yang cukup
berbahaya jika sudah mengendarai motor. Bukan tanpa alasan mengebut dijalan
adalah cara ia menghemat waktu, dan membagi waktu antara pendidikan yang sedang
di tempuh dan pekerjaan sebagai penunjang berlajutnya pendidikan. Orang tua
Isyah sudah tak menyanggupi lebih, kedua adiknya masih cukup banyak harus
terpenuhi biaya pendidikannya. Dan Isyah dengan ambisi jiwa mudanya masih ingin
terus mengerjar mimpinya melalui jejang tinggi pendidikan di salah satu kampus
dekat wilayahnya.
BAB 2 KONVOI MEMBAWA MUSUH
Pagi kian menampakkan sang mentari, cahaya masuk
melalui hordeng yang sudah dibuka wanita paruh baya yang nampak sederhana
dengan daster panjangnya namun tetap cantik. Wanita itu sudah memasang wajah heran kepada anak gadisnya yang susah sekali bangun
pagi jika sudah mendapatkan cuti ibadah atau bahasa awamnya menstruasi.
Membangunkannya susah bukan main, alarm yang dipasang hanya sebagai pemanis
tidurnya, tak ada tanda-tanda ia akan bangun sekedar mematikan alarm yang
berbunyi tepat disebalah telinga.
“Teteh...!!! bangun... udah jam 7
pagi ini, mau sampai kapan tidur terus” wanita itu menggerak-gerakkan tubuh
anaknya yang masih tertutup selimut tebal dengan seprai yang sudah tak sesuai posisinya
“Hoaammm... entar atuh mak... Isyah
juga lagi gak sholat, gak kuliah, bangun siangan lagi ya mak” jawab Isyah yang
kembali menarik selimutnya
“Ya walaupun gitu, bangun pagi Isyah. Tidur
pagi gak baik buat kesehatan” wanita berdaster itu menarik selimut anaknya
“Tuh...!!! apaan sih emak nih,
apa-apa gak sehat, apa-apa gak baik, pagi jangan gini harusnya gitu, apa emak
gak tau kalo sekarang lagi tren kaum rebahan. Dan aku adalah senior rebahan
kalo lagi menstruasi gini. Gak faham apa ya emak ku ini, kalo lagi keadaan gini
apa-apa jadi males, mood suka berubah-rubah, senggol bacok rasanya kalo lagi
tamu rutin ini datang” kebiasaan Isyah mengoceh dalam hati sudah menjadi
budaya yang harus dilestarikan, ia sadar jika ia berani menjawab ocehan ibunya
siap-siap akan ada kelanjutkan ocehan versi kedua dengan durasi yang lebih
panjang dan susah berhentinya namun ia juga sadar bahwa ibunya bersikap seperti
itu karena rasa sayang kepada ia, putri pertama dari 3 bersaudara yang kedua
adiknya adalah laki-laki dan hal itu merupakan anugrah bagi Isyah karena merasa
selalu lebih disayang.
Isyah masih tetap diatas kasur
sembari memberikan tanda kepada ibunya bahwa ia akan bangun. Tangannya
mengaruk-garuk kepala yang tak gatal, usai itu ia akan termenung memandangi
atap langit kamarnya, ini ritual sebelum bangun dari Isyah yang harus dilakukan
setiap pagi.
“Isyah, malem kamu bilang ada
orderan kue ulta dan nasi kuning kan?...” tanya ibunya yang mengigatkan kembali
Isyah perihal kejadian apa yang semalam ia katakankan kepada ibunya
“Hah..!!!, Innalilahi... hari ini
ada orderan..!!!” Isyah tersentak kaget karena lupa dengan orderannya, ia
langsung loncat dari kasur yang sebenarnya masih nyaman untuk rebahan. Tapi
rezeki hari ini tak boleh dilewatkan apalagi yang memesan in adalah pelanggan
setia di toko kue onlinenya
“YaRabbiii hati-hati Isyah, bangun
tidur itu baca doa dulu ini malah loncat dari kasur, YaAllah anak gadis emak
gak ada kalem-kalemnya” Ibu Isyah kaget melihat aksi loncat Isyah yang langsung
lari keluar kamarnya
“Hasaaannn...!!!! Hasan ... Hasan kamu dimana
adik thampan” teriak Isyah diruang tengah untuk mencari adik bujanganya
“Apa?!” Jawab Hasan jutek yang sudah
faham dengan akal-akalan kakaknya sedangkan adik bungsunya hanya sibuk
memainkan mobil remot
“Nah, cocok lagi main game kan, gak
sibuk-sibuk amat sama tugas. Minggu free waktunya beres-beres sana, eh tolong
si Black keluarin dari kandang, terus helmya taro diatas sepion ajah” cerocos
Isyah kepada adiknya yang memasang wajah bengong kepada kakak yang seperti kak
rose jika sudah marah
“ Ist.. apaan sih teh, keluarin
sendirilah” Hasan berniat berlari tapi tertahan karena bajunya ditarik Isyah
“Orderan cair, kamu juga cair...
mayan buat jajan seporsi bakso” rayuan Isyah agar Hasan menuruti perintahnya
“Em... yaudahlah boleh juga tawaran
itu” Hasan mulai termakan rayuan Isyah
“Dasar kamu dek... harus dipancing
umpan dulu baru mau nurut” Ucap Isyah yang berlalu meninggalkan adiknya
Minggu pagi adalah suasana dimana
semua orang berkumpul di rumah, kedua adiknya libur sekolah termasuk Abah yang
di minggu pagi sudah berada dikebun belakang rumahnya. Pria usia 43 tahun itu
bekerja sebagai petani di ladang, tapi jika hari Minggu ia hanya sibuk di kebun
belakang rumah saja. Isyah memandangi bahu abah dari jendela dapur.
“Abah... beli cabenya sekilo ya, gak
dibungkus gak pake kuah” cara Isyah bercanda dengan abah selalu diawali dengan
kalimat ngawurnya dan abah selalu tertawa dengan tingkah putrinya
“Oh... iya siap non... wahai SENIOR
KAUM REBAHAN yang susah bangun” goda ayahnya kepada Isyah
Isyah tertawa mendengar sebutan
senior kaum rebahan yang mendapatkan penekanan nada suara abah saat menyebutnya
“Rebahan adalah cara baik menyusun
mimpi bah...” Isyah masih ingin bercanda
dengan abahnya
“Isyah...! kamu loncat dari kamar dan cuma mau nongkrong
dijendela dapur? Itu orderan cepet diurusin, emak udah buat bumbu-bumbu nasi
kuning, tinggal urusan kue urusan
kamu...” emak memutus candaan Isyah dengan Abahnya
“ Hehee... ini Isyah mau mandi dulu
mak, terus on the way kepasar, tapi gara-gara abah jadi Isyah nongkrong
bentar” Isyah cengingisan mendapati emaknya yang kembali mengigatkan orderan
hari ini
Gamis bewarna hijau lumut dengan
lapis celana olahraga masa smk yang dikenakanya cukup nyaman saat digunakan
untuk kepasar, ditambah jilbab hitam lebar yang menutupi dadanya sudah
mencirikan Isyah yang memang tak suka melengkapi diri dengan fasion seperti
ketiga sahabatnya.
“Pagi Black... Bismillah buat
orderan hari ini ya, kita kepasar dulu black” ini ritual Isyah saat mengajak
Black motor bebek keluaran tahun 2009 untuk melakukan perjalanan sesuai tujuan
yang sudah terencana
“Eh kayaknya butuh SDM dadakan!”
Isyah meraih Ponsel dalam tas kecilnya
Salah satu grup WA dengan nama Ukhti-Ukhti
Bucin yang dibuatnya, khusus untuk ketiga sahabatnya bercengkrama lewat media
sosial.
“Assalammualikum ukhti-ukhti
sholehah, bantuin aku buat orderan snack dan nasi ya. Jam 08.30 WIB kalo bisa
kerumah, emak udah stay didapur. Aku perlu SDM dadakan gengs, ini mau kepasar
dulu belanja beberapa keperluan. Salam literasi eh... salah! salam cinta
maksudnya untuk kalian kaum rebahan dan bucin-bucin sholehah” Isyah tertawa
kecil karena ia salah mengucapkan salam literasi pada voice note yang ia
kirim melalui WA, maklum ia adalah pengurus taman baca didesanya dan
separuh hatinya sudah tertancap pada kegiatan di taman baca tersebut. Ceklist biru
sudah ia dapatkan.. ketiga sahabatnya mengetikan kata “oke” dengan
tambahan balasan dari si sahabatnya yang paling gendut “ Jangan lupa
Martabak!” Balas Nana yang selalu mengutamakan makanan sama seperti Isyah
bedanya badan Isyah tetap pada BB 55 Kg sebanyak apapun dia ngemil
Isyah bersiap menghidupkan mesin motor secara lembut, ini hanya drama
dalam desa terkhusus saat dilingkungan rumah ia akan bergaya mengendarai motor dengan
kecepatan rendah. Ia hanya tak kuat saat harus disidang didepan emak dan abah
yang tak suka melihatnya mengebut. Karena hal itu pernah terjadi 1 tahun silam,
Isyah kepergok membawa motor dengan kecapatan tinggi hingga berdampak pada
sistem antar jemput kuliah selama 2 bulan. Tapi untungnya, ia berhasil
medapatkan hak berkendaraan sendiri lagi. Tentu dengan segala rayuan manis
kepada kedua orang tuanya.
Jarak dari rumah dengan pusat pasar
bisa ditempuh dengan waktu 15 menit, tapi bukan Black jika tak dapat meringkas
waktu. Isyah bisa meringkasnya menjadi 10 atau 9 menit sisanya bisa digunakan
belanja cepat dan singkat. Semua tersusun rapih kemana saja ia akan membeli bahan-bahan
kue yang diperlukan. Beberapa toko dipasar sudah menjadi langganannya saat
belanja. Jadi, soal hal seperti ini menjadi tugas sepele yang baginya mudah.
Minggu pagi padat, pasar selalu
penuh dengan Ibu-ibu yang membawa anaknya berbenja dan untungnya ini masih jam
08.20 WIB, termasuk belum terlalu ramai. Semua bahan kue sudah ia dapatkan.
Isyah bergegas pulang, iya yakin ketiga sahabatnya sedang bergosip didapur
kesayanganya dan tak lain mengadu hal aneh-aneh kepada ibunya.
“ Eh... udah! itu ada Isyah” Nissa
tampak memberikan kode untuk Nana dan Tika yang sedang mengoceh
“ kenapa?..” ucap Isyah sembari
meletakkan belanjaanya di atas meja makan
“ Kenapa apa?, gak jelas “ tanya
Tika yang menyembunyikan tawa dalam garis senyum yang samar
“ kalian kenapa sih?... tadi aku
liat kayak asik ngobrol dan sekarang tiba-tiba diem kayak kucing dikasih ikan”
tanya Isyah yang masih yakin bahwa ia dijadikan objek ngibah ketiga
sabahabatnya
“Kucing dikasih ikan ya dimakanlah
Syah, gak mungkin cuma diam ajah” sahut Nana yang mulutnya dipenuhi dengan
martabak cokelat hasil berburu Isyah di pasar
“Eh iya ya.. kucing dikasih ikan ya
dimakan masa Cuma didiemin” Isyah tertawa kecil dalam hatinya,
“Ini motong apa lagi mak..?” Nissa
memberikan baskom ukuran sedang berisi potongan tempe
“Timun dipotong miring nak..
sebelumnya suruh Isyah cuci timunya dulu, emak biar bagian nasi ajah... kalian
yang gadis-gadis kerjakan yang lain saja tanya senior kaum rebahan” emak
menujuk Isyah dengan tatapanya yang teduh
“Emak...” Isyah merasa malu dengan
gelar senior kaum rebahan walau memang seperti itulah dia yang susah sekali
saat dibangunkan
Ketiga sahabatnya tertawa, melihat
kehangatan keluarga Isyah yang mereka anggap keluarga sendiri.
Semua bekerja dengan baik, sang
mentari pagi kini berganti matahari yang mulai meninggi dan begitulah apapun
pekerjaan dapur selalu membuahkan hasil. Selain hasil makanan, hasil perabotan
yang kotor pun menjadi banyak, segala wangi ada dari bau amis telor, harum kue,
harum nasi kuning, sampai bau keringat pun terasa. Semua pekerjaan terasa
ringan karena ditemani sahabat-sahabatnya yang sedari pagi tak berhenti bekerja
dan mengoceh tentunya karena ciri khas wanita adalah menyukai sebuah obrolan
yang menghangatkan suasana. Ah, contohnya ghibah yang tak terasa selalu ikut di
bahas para wanita.
“ Alhamdulilah sudah selesai semua
ya nak, biar diberesin Isyah saja. Kalian sholat dzuhur dulu, nanti kita makan
nasi liwet ” ucap emak dengan suara yang lembut
“Nasi Liwet... uchh padahal perutku
sudah kenyang ngemil dari tadi, tapi kalo denger nasi liwet dengan wangi
rempah-rempahnya, sambelnya, lalapanya, duh kok jadi lavvver lagi” Nana sibuk
dengan bayanganya soal nasi liwet
Mereka tertawa melihat Nana yang
memang dari pagi tak berhenti mengunyah, apalagi Isyah sengaja menyiapakan
cemilan keripik cokelat dan seblak kering favorit teman-temanya saat berkumpul.
Begitulah mereka saling memahami satu sama lain, persahabatan yang meraka
bangun sejak masa ospek selalu mereka
jaga dengan baik. Ya masa ospek yang penuh kenangan, para senior selalu
mengincar Nissa yang memang terlihat imut dengan kacamata bertengker di
hidungnya. Isyah dan Nana terlihat mirip bentuk wajah mereka sama-sama kecil
tapi Nissa lebih putih sedangkan Isyah memiliki warna kulit khas suku sunda
yaitu kuning langsat. Nissa lebih kalem dan Isyah selalu memperlihatkan sisi
galaknya kemungkinan itu yang membuat para senior lebih menyukai Nissa. Ya satu
lagi Nissa memang paling pintar diantara ketiga sahabatnya, itu nilai tambah
yang menarik beberpa senior mendekatinya.
“Sudah dipacking semua teh, coba cek
lagi” Kini bagian abah yang menyusun box kotak kue di atas Black
“Udah Bah.. pas , kotaknya gak
kemajuan, Isyah masih bisa kebagian tempak duduk” Isyah mencoba menduduki
motornya, karena box kue yang khusus dibuat abah masih sering menimbulkan
masalah seperti maju sendiri sampai-sampai Isyah tak kebagian tempat duduk.
“Oke aman ini... sepion juga bisa
lihat belakang, cepet berangkat. Ini udah jam 3 sore, kalo kesorean keburu para
pegawai pulang kerja dan jalanan jadi macet” abah masih memeriksa beberapa
bagian keadaan mesin, lampu dan ban. Jarak antara desa Isyah dengan pusat kota
hanya 30 menit, dan pusat kota selalu mempunyai rutinitas pulangnya pegawai
setiap hari termasuk hari libur seperti minggu. Tidak, memang ada beberapa
pabrik yang masih melakukan aktifitas hari minggu untuk pegawainya yang sudah
di bagi shif.
“Jangan ngeeeebbutttt.... Isyah,
inget kamu bawa snack nanti rusak, payah pulak kau diomeli pemesan” Nana menambahi sedikit nasihat, khawatir akan
keadaan kue-kue enak itu hancur lebur karena ulah Isyah yang suka ngrem
dadakan.
“Eh, emang kamu gak mau pulang apa?”
Tika muncul dengan tubuh yang sudah dilengkapi alat pelindung diri mulai dari
jaket, helm dan sarung tangan.
“Pulanglah, ini mau ambil helm.
Sabar dikit lah kau Tik” Nana berlari mengambil helmnya yang masih dapur
Perjalanan dipimpin Isyah yang
mengetahui rute alamat rumah pemesan, teman-temanya masih setia membuntuti motor
Isyah ya karena 1 kotak kue ulang tahun dibawa oleh Nana dan Nissa yang satu
motor sedangkan Tika sendiri mengendarai motor Beat barunya. Sampai pada
setengah perjalanan setelah mengantarkan pesanan snack, Black kembali
menunjukkan sikap manjanya. Kali ini black tak bisa mendukung misi delivery
secara tuntas.
“Duh.. gak bisa nih, kok giginya gak
bisa dimasukin atau dikurangin” Isyah tetap berusaha memperbaiki masalah yang
ditunjukan si Black
“ Aku gak ngerti masalah motor,
taunya make ajah” Tika memarkirkan motornya tapat disamping Black yang mogok
“Aku gak tau masalah motor, tapi aku
ada nomor abang bengkel daerah sini” Nissa mengotak ngatik hpnya mencoba
menemukan kontak jasa bengkel daerah sini
“ Nah, kita mampir dulu yuk beli es
teh or cokelat sama gorengan enak tuh” Nana menujuk warung kecil di bawah pohon
yang rindang
“Yaudah kita kesana ajah” Isyah
menyetuji saran Nana, cuaca siang menuju sore ini cukup membuat dahaga
dikerongkongan. Isyah menuntun motornya walau kesal karena Black mogok disaat
yang tidak tepat ia masih bersyukur karena ada sahabat-sahabatnya yang
menemani. Sadar, usia Black memang sudah tua jadi wajar ia sering menujukkan
gejala-gejala penyakit tua.
“Bentar lagi montirnya datang, Syah
kita antar dulu ajah kue ultanya. Bukanya kue ini mau dipake sore ini? mending
kita anter berdua ajah. Pake motor si Tika, sekalian nyicipin motor baru hihihi”
Nissa memberi solusi pada Isyah untuk tugas delivery akhirnya
“Nih pake!, keburu magrib. Kita
belum Sholat Ashar loh.” Tika memberikan kunci motornya
“Boleh juga, biar pelanggan aku gak
kecewa. Pesananya datang tepat waktu” Isyah mengambil kunci ditangan Tika, bagi
Isyah pemasukan dari orderan kue adalah sebuah rezeki untuk pendidikanya. Ia
terbiasa menyisihkan untuk celenganya tentu sebelumnya sudah ia bersihkan
dengan memotong zakat pendapatan 2.5%.
“Hey...!!! hati-hati ya, motor baru....
jangan diajak atraksi jalanan” teriak Nana pada Nisa dan Isyah yang sudah
meninggalkan mereka di warung itu
Saat waktu
mendesak seperti ini semua begitu terasa menjengkelkan Isyah terburu-buru
mengantarkan pesanan kue milik pelanggan setianya dan ia tak ingin mengecewakan,
dengan terlambatnya pesanan sampai dirumah si pemesan. Nissa yang duduk
dibonceng Isyah sedikit ketakutan saat melihat Isyah membunyikan kelakson
dengan sangat keras kepada para pengandara yang sedang konvoi di jalanan.
“ Isyah
Istigfar... nanti kue kamu jatuh ini, aku susah jaga keseimbangan kalo kamu
ngebut!” Nisaa mencoba mengubah suasana hati Isyah yang mulai tersulut emosi
karena acara konvoi pemuda kota menghambat perjalanannya
“Duh.. liat
nih jam 5!” Isyah menunjukkan tangan yang dilingkari jam tangan yang mungil
bewarna hitam
“Udah Nis...
kamu pegangan aku yang kenceng!” lanjut Isyah memberikan Nissa kode untuk
bersiap kendaraan mereka akan melaju dengan cepat
Detik itu Isyah
mencoba menyalip sederetan pengendara motor besar yang memiliki jaket sama
sebagai tanda pengenal bahwa mereka adalah satu tim. Lampu sen kiri sudah Isyah
persiapkan sebagai kode untuk mendahuli kendaraan. Semua benar-benar aman dalam
pandangan Isyah, ia mulai menambah kecepatan. Mencoba memacu kendaraan agar
bisa mendahului barisan motor yang sedang konvoi. Semua tampak berjalan sekejap
mata, gelap dan yang terdengar hanya suara teriakan Nissa. Mata Isyah tak mampu
melihat dengan jelas, yang terasa hanya perih dibagian lengan dan dagu.
“Teteh... teh...bangun, ini emak”
suara serak emak mencoba membangunkan Isyah yang terbaring diruangan puskesmas
tak jauh dari lokasi kecelakaan Isyah
Isyah hanya diam dan mencoba
mengigat kembali apa yang terjadi. Matanya memperhatikan seisi ruangan yang ia
tau pasti ini bau-bau obat. Ia memperhatikan abah dan emak yang duduk
disampingnya, sahabat-sahabatnya, dan pria jangkung setinggi 175 cm
menyilangkan tangannya didepan dadanya yang cukup bidang, disampingnya persis
Nissa ikut berdiri. Sampai perhatianya terpusat pada jilbab yang dikenakanya
yang sudah terlipat rapih di atas meja.
“Astagfirullah... emak....!!!” Isyah
teriak sembari mencoba menutupi kepalanya dengan selimut yang ada diatas
tubuhnya.
“ Eh... Isyah pelan-pelan, itu dagu
kamu baru diperban” emak dengan sigap menahan tangan isyah yang sembrono
menutupi kepalanya
“Em.. kita keluar ajah kak” Nissa
tampak peka dengan kode dari Isyah yang
tak nyaman dengan kondisinya yang tanpa mengenakan jilbab.
Isyah melihat punggung pria jangkung
itu pergi melewatinya tanpa permisi. Dengan rasa yang masih penasaran karena ia
belum sempat menatap wajah pria itu dengan seksama.
“Saya gak bisa lama menunggu temen
kamu itu, semua administrasi perawatanya sudah beres. Saya izin pulang” Pria
jangkung menatap Nissa sekilas dan melangkah begitu saja tanpa menunggu wanita
berkecamata itu menjawab kalimatnya
“ Te..rima..kasih kak” Nissa
terlihat kikuk dalam pandangan Nana dan Tika
“ Ganteng sih, tapi biasa ajah kali
sist liatnya” Singgung Tika yang memergoki Nissa memandang pria jangkung yang
meninggalkan mereka
“ Biasa ajah kok” Nissa mencari
kursi tunggu di puskesmas itu
“ Kaki kau? Gak papa?” Nana menunjuk
lutut yang dibalut rok dengan beberapa goresan hampir membuat sobek kainnya
“ Gak papa, perih sih paling lecet
kali” Ucap Nissa dengan tangan yang mengusap kakinya
“ Mereka anak gengter bukan ya?
Jangan macem-macem ah, ngeri! Walau mayan ganteng-ganteng sih tapi jangan lagi
kayak gini” Parno Tika mulai menyebar pada Nana dan Nissa, mungkin akibat
nonton film crow zero yang banyak menampilkan pemuda berambut gondrong seperti
pria yang berdiri dekat Nissa
“ Parno kau!, gak semua yang rambut
gondrong itu jahat” tukas nana dengan jitakan kepala Tika
“ Tolong jangan berisik mba” ucap
bagian administrasi yang tak jauh dari kursi ruang tunggu
Nana dan Tika hanya tersipu malu
karena telah menimbulkan suara berisik di ruangan sedengkan Nissa masuk kembali
ke ruangan Isyah dirawat.
BAB 3 BUKAN SEBUAH KEBETULAN
Sebuah notif WhatsApp tanda Video
Call menghentikan Isyah yang sedang sibuk menulis diatas buku khusus coretan
hatinya.
“Assalammualikum wahai Rider muslimah” suara lembut Nissa
adalah ciri khasnya, sangat keibuan dengan sikap lemah lembutnya lain dengan
Nana dan Tika yang level kecentilannya diatas rata-rata apalagi lagi dengan
Isyah yang nada suaranya selalu keras dan susah menjadi wanita feminim. Kak
rose sudah menjadi kembaran Isyah, jangan jauh-juah membayangkan wanita
berjilbab itu seperti apa cukup bayangkan saja kak rose dalam kartun upin-ipin.
“Walaikumsalam, kenapa kuy? kangen
aku ya, 1 minggu aku gak ngampus kalian udah rindu ya” Isyah tertawa melihat
wajah-wajah heran ketiga sahabatnya yang cukup jelas dari layar hp miliknya
“ Dih, PD kali kau Syah... macam
mana kabar luka-luka mu” Nana menghentikan tawa Isyah yang cukup menggangu
pendengaran mereka selama beberapa detik
“Alhamdulilah baik, cuma luka hati
ajah belum sembuh” Ucap Isyah
“Lah... kemarin kan yang luka cuma
dagu sama tangan terus kaki mu keseleo doank. Kamu pacaran sama kak sastra itu?
Siapa sih namanya kak Dani ya? Yang suka motoran bareng kamu?, eh maksudnya
motoran bareng dengan motor masing-masing. Kok kamu gak bilang sih kalo punya
cuwuuuuu eh cowok? Perasaan kamu kan jomblo yang paling awet, terus gi...”
Tika menjejali pertanyaan kepada Isyah tanpa henti
“Ngawur...!!!” Isyah memotong
pertanyaan Tika
“Kok Ngawur sih, dia lebih rapih
pakainya dari pada si cowok anggota konvoi yang udah buat kamu sama Nissa
jatuh” Tika menambahi pertanyaannya
“Pertanyaan mu kebanyakan Tik...
si Isyah pusing jawabnya” Nissa terkekeh kecil mendengar pertanyaan Tika
yang terlampau panjang
“Luka hati! gara-gara aksi konvoi
mereka izin berkendara punya ku, sama Abah dicabut sampai waktu yang aku
sendiri gak tau?.. so sad rasane ambyar kalo harus menunggu jemputan
terus” Isyah mencurahkan kekesalanya
“Uchhh... romantis, terharu aku
dengernya” Tika menggoda Isyah yang mulai terlihat kesal
“Awas kamu Tik, aku kekampus siang
ini. Ku jitak palak mu, udah ah... aku mau olahraga jari dulu” olahraga jari
yang Isyah maksud adalah menulis
“Olahraga jari itu gimana Syah?
Aku juga pengen diet masa jempol, jari manis, jari tengah, jari kelingking sama
gendutnya. Aku bingung bedain mana jari-jari biasa sama ibu jari?” Nana
penasaran dengan olahraga jari yang Isyah katakan
“Kalo jari kamu langsing gak imbang
sama badan mu yang gendut Na..!!!” Ucap Isyah yang menahan tawanya
“ Hhihihi sa ae... si Nana suka lupa diri sama BB” celetuk
Tika
“Lupa, dalam 1 minggu BB aku bisa
naik turun. Semua tergantung moody aku saat ketemu makanan, ketemu si
dia yang menggantung perasaan ku” Nana mulai menampakkan penyakit alaynya
“ Eh... ada yang lebih urgent,
Syah nanti usahahin ke kampus ya” Nissa dengan nada suara yang lebih serius
“Iya kan aku masuk hari ini, kenapa
Niss?..” tanya Isyah penasaran
“Nanti ajah, udah dulu jangan
lupa resume untuk tugas hari ini. see you Wasalammualaikum” Nissa
mengigatkan tugas kepada teman-temannya
Isyah langsung berlari kearah lemari
kayu dengan cermin cukup besar memperlihatkan bayanganya, ia memperhatikan tai
lalat kecil di sebelah pipi kirinya.
“lah, kirain pas aku jatuh kemarin
tai lalat ini ikut jatuh. Malah nambah jerawat dijidat, his.. dagu make ada
perban segala” Isyah mengomeli dirinya sendiri didepan cermin
“Emak, ini perbannya lepas ya. Jelek
banget ih, masa di dagu ada ginian. Teteh mau pake jilbab berasa ada yang
ganjel” Isyah memandangi cermin yang ada didepannya
“Lukanya belum kering teh, jangan
dulu.”Emak menghampiri Isyah yang ingin melepas perban didagunya
“ wuah bekas lukanya keren ya mak?”
Isyah memamerkan dagu yang terluka hasil atraksinya 1 minggu yang lalu
“ YaAllah, kok dilepas si teh?” Emak
memperhatikan dagu putrinya
“ Aduh.. jangan dipegang gtu mak,
masih terasa sakitnya. Apalagi sakit gara-gara SIM motor diambil abah”
“ Pake angkot dulu ajah, nanti pulang kuliah
dijemput. Abah, belum mau kasih SIM teteh. Lagi pula, emak suka was-was kalo
teteh naik motor sendirian. Udah sering diingetin jangan suka ngebut masih ajah
suka ngebut, sekarang enak kan dagu lecet gitu. ” emak sudah mulai mengeluarkan
jurus nasihatnya panjang kali lebar
Semua ceramah di siang ini hanya
lewat begitu saja dalam pendengaran Isyah, wanita berdarah sunda ini justru sudah
menyusun daftar kunjungan hari ini dalam otaknya. Ya 1 minggu rebahan di kamar
karena masa pemulihan kesehatanya, mampu membuat rasa rindu kepada bakso buatan
mang Dadang. Usai pembelajaran dikampus ia pastikan akan menemui beberapa
kuliner yang biasa rutin ia makan. Hal yang pertama dilakukan adalah ia harus mencairakan honor hasil
menulis artikel di salah satu ATM dekat dengan kampusnya.
“ Bareng ajah? “ suara motor tak
asing di telingan Isyah
“ Tuh kan bener kak Sastra” Isyah
melepas lolipop yang memenuhi mulutnya
“ Dani, Syah. Sastra itu jurusan
kakak” Dani membetulkan panggilan yang
di lontarkan Isyah
“ Iya.. maksudnya gtu hehe” Isyah
tertawa memperlihatkan giginya yang rapih
“ Sini bareng, kita searah setujuan
selokasi cuma gak tau sehati atau enggak” Dani membubuhi candaan kepada Isyah
“ Hihihi gak ah, mau naik angkot
ajah” Isyah masih bediri di tepian jalan menunggu angkot yang ia cari
“ Aku gak nawarin kamu syah” Dani
mematikan kendaraanya
“ lah terus?” Isyah bingung
“ Emang ada kata-kata nawarin? Coba deh
koreksi, kan kata kakak SINI BARENG” Dani memperjelas kalimatnya
“ Masyaallah dasar anak sastra,
harus koreksi kalimat segala. Riweh ah” Isyah mulai tak nyaman dengan panas
menyengat menyerang jilbab hitam yang dikenakanya
“Ayo panas ini, tas kak Dani kan di
tengah kamu gak usah risih, nih helm selalu siap bawa 2” Dani memahami
penolakan Isyah
Isyah mematung beberapa detik sampai
pada akhirnya ia menerima tawaran Dani untuk pergi kekampus menjadi penumpang
di belakang motor yang dikendarai Dani. Ia duduk mentok sampai pada ujung besi
bagian motor bebek, beruntung ia selalu mengenakan celana panjang olahraga jadi
saat duduk begagah (posisi duduk saat dimotor) ia bisa santai tanpa harus malu
kulit kakinya terlihat sana sini. Isyah memagang erat tas milih Dani, ia
melewati jalan kenangan ketika dagu, tangan dan kakinya terluka. Pikiranya
melayang pada kejadian sore hari tepat 1 minggu yang lalu, rasanya waktu itu ia
benar-benar menyalip kendaraan lain dengan perhitungan yang matang. Hanya waktu
itu 1 kendaraan dari rombongan konvoi berbalik arah secara mendadak sehingga
Isyah hilang kendali dan mengerem secara mendadak. Setelah itu ia tak ingat
siapa yang membawanya ke puskemas dan siapa yang mengabari kedua orang tuanya.
ia hanya mendengar suara tangisan Nissa, sebelum beberapa saat ia pingsan.
“ Ih, boncengan gitu amat” Isyah
geleng-geleng melihat pasangan muda mudi yang berboncengan tanpa jarak seperti
Isyah dan Dani
2 motor gede lebih sering dikenal
moge melintas dengan sangat cepat, ia tak asing melihat kedua kendaraan itu.
Belum sempat ia mengigat kembali, kedua motor itu melaju mendahului motor Dani.
1 motor memberi bunyi kelakson tanda menyalip, 1 kendaran lagi mengacung jempol
pada Dani. Dani membalas keduanya dengan jempol yang sama.
“ Kamu tau maksudnya gak? kode tadi”
Dani mengurangi kecepatanya agar Isyah mendengar pertanyaannya
“ Loh cowok juga bisa ngode? Kirain
Cuma cewe doank yang jago buat kode” jawab Isyah dengan senyum tipis
“ Ini kode pas lagi berkendara Syah,
bukan kode perasaann kayak yang sering dipraktekin kaum hawa” Dani lantang
mengucapkan kalimatnya
“ Isyah mah gak suka main kode-kode,
kalo suka ya ngomong ajah” jawab Isyah lantang
“ Iya kalo gak ngasih kode paling
mendem, hahaha..” Dani terkekeh kecil saat mengoda Isyah
“ Iya bener gitu hihihi.. eh, emang
tanda kode tadi apaan?” Isyah mulai penasaran
“ kalo jempol tadi, tandanya salam brotherhood
Syah. Kamu sebagai Rider Muslimah harusnya tau. Biar gak kejadian salah
faham pas lagi dijalan” Jelas Dani
“ Cuma itu ajah? Mudahlah
ngingetnya” jawab Isyah dengan kaca helm masih terbuka
“ Banyak kali Syah, kamu harus belajar
deh. Karena kamu kan cukup aktif di jalanan, tiada hari tanpa kamu gak jalankan?
Delivery orderan, beli bahan, sampe kuliah dan kebiasaan mu jelajah kuliner”
ungkap Dani
“Dih, tau ajah kamu kak sastra. Kek
penggemar aku ajah semua pernyataan mu bener.” Isyah menepuk bahu Dani tanpa
sadar
“ Itu tadi yang bawa MOGE, temen
kakak semua. Yang bawa cewek berambut pirang tadi ketua club MOGE daerah sini
dan yang bawa cewek jaket cokelat anggotanya” Dani masih melajutkan obrolannya
diatas motor
“ Nah, aku inget.” Isyah memukul
pundak Dani cukup kencang, smembuat Dani sedikit kaget “Mereka itu anggota konvoi yang waktu itu buat
kue aku jatuh, termasuk aku dan Nissa” Isyah mulai mengingat 2 kendaraan yang
ia temui tepat 1 minggu yang lalu
“ Iya, emang mereka. Makanya kakak
tadi bilang kamu harus faham sama kode-kode berkendara” Dani menambah kecepatan
motornya setelah beberapa kali melirik jam tangan yang ada ditangan kirinya, ia
tak memperhatikan rasa penasaran Isyah oleh pernyataanya tadi.
“ Stop...!!! disini ajah, aku mau ke
ATM” Isyah menepuk-nepuk bahu Dani
“ Wiss.. cair honor nulis ya.” Tanya
Dani sembari menghentikan motornya
“ Alhamdulilah berkat saran kakak sastra
semester akhir yang manis, tinggi, hidung mancung, hidup lagi hahah... ya
sekarang bisa tambah-tambah pemasukan” Isyah melempar senyum kepada Dani
“Dani..!!! bukan sastra. Itu senyum
biasa ajah. kalo aku baper, kamu mau
nuntasin masalah baper ku?” Dani menatap Isyah serius
“ Tatapan kamu kak... horor, ah udah
makasih nih helmnya” Isyah pergi meninggalkan Dani di pintu gerbang kampusnya
Jalan utama para mahasiswa untuk masuk
kampus memang tak pernah sepi. Sepanjang jalan ada saja toko, dari mulai yang
menyiapkan ATK sampai kuliner dan salah satunya ada ATM mini yang menjadi
tujuan Isyah.
“ Isyah... syah.. syah..!!!” wanita
memakai kaos putih dengan rok warna navy model payung yang dipadukan dengan
jilbab pasmina warna senada menampakkan kesan dewasanya
Isyah megerungkan matanya, cahaya
matahari membuat silau penglihatanya.
“ YaAllah kamu Tik, baju putihmu
silau kena sinar matahari” Isyah mengerjapkan matanya menangkap sosok yang ia
cari tau keberadaanya setelah kecelakaan waktu itu
“ Baju balu nih, silau pantes donk.
Syah... kamu ngeliatin apa sih?” Tika memperhatikan Isyah yang sibuk dengan
tatapan fokusnya kelain arah
“ Itu cowok yang lagi duduk sama
cewek pake alma fakultas hukum, kayaknya yang waktu itu buat kue aku jatuh”
Nisa menunjuk dengan tatapannya
“ Ciah, emang iya dia yang gendong
kamu dijalan pas kamu pingsan. Kata Nissa sih itu juga, orang aku nyusul
kepuskesmas pas kamu udah ruangan kok. Coba deh kita ke Nissa dan Nana, mereka
lagi photocopy makalah” Tika mengajak Isyah menemui kedua sahabat mereka
“Nis.. coba kamu lihat itu, cowok
yang lagi duduk deket cewek pake alma jurusan hukum” Isyah menarik tangan Nissa
untuk bisa fokus melihat objek yang ia tunjuk
“ Itu Kak Putra sama kak Dimas, kalo
kata kak Dimas si Putra ketua Club motor yang konvoi kemarin. Itu yang pake
celana dibagian lutut sobek rambutnya gondorong, namanya putra. Nah yang
ngobrol sama cewek itu Dimas” Jelas Nissa
“Yang gendong aku kepuskesmas Putra?
Yang ada diruangan pas aku gak pake jilbab juga putra? Yang belitin sapu tangan
di tangan aku putra?” wajah Isyah memerah ia malu bukan main karen tubuhnya
dibopong lelaki yang tak halal untuk menyentuhnya, mellihat auratnya
“Iya dia semua, kan yang buat kamu
jatuh juga dia” Tungkas Nissa
“ Kalo diliat-liat ganteng juga sih
Putra tuh Syah, perawakanya pasti rajin olahraga. cuma gak tau biasanya anak
motor tuh okeh polahe” Tika menyambung Nissa
“ Okeh Polahe itu banyak
macam tingkahnya ya” Nana mentraslitkan bahasa daerah Tika
“Siip bener Nana ndut” 2 jempol Tika
diacungkan
“Ih.. (Seketika badan Isyah
merinding saat mengigat kejadian ia dibopong oleh lelaki itu) ah, makan yuk ke
warung mang Dadang” Isyah mengalihkan
objek pembicaraan, tepatnya menghilangkan bayangan tentang pria itu ketika
membopong tubuhnya.
“Cap.. cus, jalan ajah. Males balik
ke parkiran kampus” Nana paling semangat
Mereka berjalan menyusuri keramaian
setiap mahasiswa yang memiliki kepentingan masing-masing, termasuk melewati
Dimas dan Putra yang sedang duduk di bersantai di Caffe mini, dengan suasana
outdoornya.
“Hai adek Nissa, sudah sehat ya?”
Dimas menghentikan langkah kaki Nissa
“Hai Kak Dimas, Alhamdulilah sudah.
Isyah juga sudah kuliah lagi” Nissa menjawab pertanyaan Dimas
“ Wuah, Isyah dagu mu jadi ada bekas
luka gitu. Jadi kenang-kenangan yang susah dilupain ya” Dimas menyapa Isyah
yang nampak tak ingin menatap keduanya di caffe
“ Iya” Jawab Isyah singkat dengan
tatapan seperti kilatan petir hanya sebentar dan menghindari tatapan dengan
pria berambut gonrong itu.
“ Kita pergi dulu ya” Tika mendorong
teman-temannya untuk terus berjalan.
Putra tak sepatah kata pun
mengeluarkan kalimat ia hanya menatap mereka berempat lalu tatapannya fokus
kepada Isyah yang tak ingin melihat mereka.
“ Ih...” Isyah menutup wajahnya
setalah sampai diwarung mang Dadang
“ Ih.. ih ajah kau nih, com mesen
apa? “ Nana menyengol tangan Isyah
“ Kayak biasanya lah, masa kamu gak
hafal Na” Tika menjawab pertanyaan Nana dengan sigap
“ Iya.. kita bertiga porsi normal. Kalo si Isyah jangan pake kuah
banyak, mi diganti toge bakso besarnya 2 ditemani bakso kecil-kecil, gitu kan”
Celoteh Nana
“Siip the best for you Nana sayang”
Nissa memberikan pujian
“ Kumaha kabarna neng Isyah? Ceunah kamari
kena musibah?” suara cempreng bi Acih mengawali suara di warung Bakso mang
Dadang
“Alhamdulilah fisik mah sehat, Cuma
hati masih luka bi”
“Duh kunaon bisa kitu atuh neng?,
pan nu cilaka mah lain dijero” tutur Bi Acih sembari membersihkan meja
“ Itu bi SIM punya aku disita Abah,
jadi sekarang kemana-mana ribet harus nunggu angkotlah nunggu jemputan.
Gara-gara mereka tuh, anak-anak konvoi ngeribetin jalanan ajah ih” Isyah mulai
menyatakan rasa kesalnya di depan mang Dadang dan Bi Acih
“ Mana? Eta nu keur ngopi diluar
lain” Bi Acih memperhatikan Dimas dan Putra dari jendela warung yang cukup
besar melebihi ukuran normal jendela rumah
“ Iya bi, cuwu-cuwu urak-urakan itu
mah. Anak motor mah pasti gitu.” Tika menyimpulkan persepsinya didepan Bi Acih
“ Jangan suka liat dari sampul
luarnya neng Tika, kita belum kenal mereka” mang Dadang ikut nimbrung sembari
membawa 4 mangkuk bakso
“ Ah, Mang kesel aku mah. Coba gak
muter mendadak kan gak mungkin dagu aku luka, tangan aku luka, sampe SIM aku
disita Abah. Eh malah ketemu itu orang dalam sehari sampe 2 kali untung weh gak
sampe 3 kali sama ajah kayak jadwal
makan” Ucap Isyah dengan rasa kesal
“ Bukan sebuah kebetulan terkadang
manusia tidak sadar jika semua sudah diatur Allah, termasuk pertemuan dengan
orang yang buat kue mu jatuh ke aspal” komentar mang Dadang pada Isyah yang
mengoceh karena kesal.
“ Mamang bisa bijak juga ya” Nana
mengagukkan kepala membetulkan ucapan mang Dadang
“ Tapi mang, pendapatan aku juga
berkurang kan gara-gara dia” Isyah belum rela begitu saja, buat kue gak
segampang itu seharian full didapur demi lembaran uang yang amat berharga untuk
menyicil kredit bukunya
“ Rezeki mah Allah yang atur, siapa
tau rezeki eneng hilang hari ini digantikan lain waktu dengan rezeki yang
melimpah sekilan sama jodohnya” Bi Acih masih ikut mengbrol walau tanganya tak
berhenti melakukan pekerjaannya
“ Aamiin, kesian jomblo kelamaan”
Tika jelas menyingung Isyah yang betah dengan kejombloannya, Isyah hanya
menatap Tika dengan tatapan akan menjitak kepala Tika jika saja duduknya lebih
dekat dengan Isyah
“ Nissa, Ini titipin” Nissa
memberikan amplop putih yang terkihat sebuah surat dari bagian adminitrasi yang
sudah Isyah hafal dari amplop itu
“ Oh, faham!” Isyah tak membuka
surat itu, ia hanya memasukkan kedalam tasnya. Tebakknya memang benar surat itu
adalah surat tagihan kampus karena sudah 3 semester ini Isyah menunggak
Setiap mahiswa itu unik untuk
menciptkan sejarahnya sendiri, termasuk Isyah dengan nama yang masuk kategori
mahasiswi surat sakti tanpa sebuah prestasi yang dibanggakan. Hanya sebuah
semangat dalam dirinya untuk menuntaskan ambisinya, walau kadang ia merasakan
ada rasa diacuhkan dari kampus karena tak memilik daya nilai berarti dikampus.
BAB 4 TUGAS MENJADI
JALAN SALING MENGENAL
“Apa mau pake surat sakti terus? 3
semester ini kamu nuggak terus Aisyah. Kalo ditumpuk nanti berat diakhir” wajah dingin bagian
admin adalah salah satu drama dikampus ini
“Iya bu kalo ada juga gak mungkin
saya pura-pura” Isyah memang biasa mengungkapkan apa yang harus dinyatakan
termasuk pada bagian admin kampus yang wajahnya dingin sedingin AC ruangan ini
“Tapi ada yang banyak yang
pura-pura, kamu sudah dapet surat total tunggakan kamu?” Ibu Lili menyelediki
kejujuran Isyah dari tatapan matanya
“Dapet bu, tapi untuk tanda tangan
orang tua saya tidak minta.” Isyah dengan santai menjawab pertanyaan dari Ibu
Lili
“ Kamu sudah baca, isi dalam amplop
itu” Bagian admin ini memang terkenal akan keganasanya saat menyelidiki sesuatu
“ Iya, isinya total biaya selama 3
semester yang belum saya bayar dan diwajibkan tandatangan orang tua” Isyah
sudah membaca sholawat berulang-ulang berharap bagian admin yang banyak mengajukan
pertanyaan segera menandatangani surat sakti atas nama Aaisyah Daaniyah namanya
yang memang ia sedang perjuangkan sekarang
“Jadi
alasnya apa? Tanda tangan orang tua adalah syarat wajib untuk surat pernyataan
ini” ilmu psikologi yang pernah menjadi jurusan Ibu admin ini memang sangat
bermanfaat, ia mampu membaca gerak gerik mahasiswa yang mencoba membuat alasan
tak masuk akal
“ Karena
saya mencoba memenuhi kebutuhan pendidikan saya sendiri, cukup masa saya
menyusahkan kedua orang tua. Saya kerja rutin mengajar sekolah Dasar 1 kelas
dan sisanya freelance. Tapi memang gajinya saya pake untuk beli keperluan
penunjang kuliah dari buku sampai biaya print makalah-makalah” Isyah
menjelasakan sedatail mungkin alasanya
“ Oke, Ibu
percaya dengan semangat juang mu. Tetaplah menjadi yang kamu inginkan, berjuang di tahap ini. Tapi tetap
ingat dicicil, biar gak berat diakhir wisuda mu.” Ibu lili memberikan kertas
yang sudah tertera tanda tanganya untuk melanjutkan proses pemenuhan KRS pada
umumnya, entah karena bu Lili sudah enek melihat Isyah yang sellau mengandalkan
surat sakti atau wajah Isyah yang terlilat memelas kepada bu Lili. Itu tak
penting bagi Isyah, yang terpenting adalah tanda tangan bagian adminstrasi.
“Dapet cap
lunas dikertas ini susahnya ampe becucuran keringat. Kayak gini masih ada yang
bisa ngibulin orang tua, gak ngerti aku gimana cara berpikir sejenis anak yang
suka ngibulin orang tua” ucap Isyah pada Nissa yang duduk di taman kampus
“ Ya gitu,
memanfaatkan fasilitas orang tua. Jadi surat kemarin isinya soal tagihan?”
Nissa berdiri dari kursi yang sudah mulai hangat karena terlalu lama menunggu
Isyah
“ Yoi, kan
aku mahasiswa dengan nafas surat sakti. Anak-anak kpok pada kemana?” tanya Isyah yang menanyakan keberadaan Nana
dan Tika
“ Udah masuk
kelas, mereka mau buat power point untuk persentasi.”
“kebiasaan
ndadakan tuh bocah kpop” Isyah mengikuti Nissa yang mulai melangkah
“ Alah kayak
kamu enggak ?” Nissa memukul Isyah dengan buku yang dibawanya
“ Hahah..
iya lupa aku” Isyah menggaruk-garuk kepala yang memang tak terasa gatal
Seperti
biasa kelas ini memang seperti pasar, ramai tak berkesudahan. Segala pembahasan
bisa jadi topik asik untuk dijabarkan sampai akar-akarnya. Bagian pojok kelas
itu selalu digunakan para penghuni laki-laki untuk main game dan mengeluarkan
asap rokok tanpa merasa kasihan dengan penghuni cewek. Dan kalo begitu Isyah
sebagai wakil ketua kelas Manajemen Pendidikan Islam Semester 5 akan segera
menuntaskan asap rokok itu dengan pendekatannya yang super galak.
“ keluar,
asep kalian membuat kotor jantung kami” Isyah yang baru masuk langsung
menghampiri cowok-cowok yang asik dengan aktifitas bakar uang alias merokok,
gamis panjang serta jilbab syari tak selalu menjadi wanita kalem.
“ Ntar belum ada dosen” ucap Anton masih
menghemuskan asap rokok melalui mulutnya
“ Kalo gitu
isep sendiri asepnya, gak usah dikeluarin!” Gertak Isyah dengan tatapan
seriusnya kalo sudah urusan bersama apalagi perihal kenyamanan Isyah akan
berubah wujud menjadi sosok galak persis seperti kak rose dalam film kartun
Upin Ipin
“ Ampun kau
Syah, pantes jomblo sama cowok gak ada lembutnya” Adam menyela perintah Isyah
“ Kamu juga
Dam, pasukkan mu nih. Buat ruangan bau rokok.” Isyah menunjuk Anton
“ Iya.. keluar,
liatin dan perhatikan aku keluar nih” Anton memancing senyum Isyah yang sudah
berubah wujud jadi kembaran kak rose
“Yaudah
cepet, asep itu buat rusak jantung kami” Isyah menyilangkan tangan didadanya
“ Berisik
kalian neh, aku gak fokus main game nah” Doni mengarahkan hpnya ke wajah Isyah
yang berdiri tepat di samping kursinya
“ Apaan sih
Don (Isyah memukul tangan Doni yang memperlihatkan layar hpnya bertuliskan game
over), gitu ajah ribet”
“Lah, ini
perjuangan aku mau naik level. Gara-gara kamu datang dan ribut, aku jadi gak
fokus” Doni masih saja menunjukan tulisan game over di layar hpnya
“ Dasar ajah
kamunya, so lame..!!!” Isyah memang tak berniat banyak mengoceh hari
ini. Pikirannya berkelana mencari sumber tambahan untuk membantu melunasi
tagihan kampus selama 3 semester.
Langkah
lunglai untuk sampai dikursinya diperhatikan ketiga sahabatnya, tak ada yang
berbeda sama seperti awal semester pertemuan mereka Nissa, Tika, Nana dan Isyah
selalu bersama saling memahami sifat masing-masing. Termasuk memperhatikan
Isyah yang secara tersirat memikirkan sesuatu.
“Santuy ajah
kan ada kita” Tika merangkul Isyah
“ Apaan?
Kalian mau bayarin utang semesteran aku?” Isyah mengangkat alisnya
“ Halah, aku
tak kuat Syah. Anak kost macam aku mah misqueen, tapi nanti aku jual ginjal
dulu” Nana mencoba menghibur Isyah
“ Ngeri deh,
masa sampe jual ginjal” Nissa terkekeh mendengar perkataan Nana
“ Ginjal
ayam punya bu kost banyak, nanti aku suruh si Tika yang nangkep. Yakan Tik..
nanti biar aku izin sama Ibu kost biar boleh jual ginjalnya” ucap Nana yang pura-pura serius
“ Iya nanti
jadi kita tulisin didepan grobaknya, jual Ginjal oseng” Nissa menambahi
“ Ntar aku
yang teriak promosi, GINJAL oseng... ginjal oseng” tambah Nana dengan drama
sebagai penjual sesungguhnya
“ Sa ae
kalian horor pake acara jual ginjal bu kost” Isyah tertawa
“ Eh, koe
kok ngawur loh Syah. Udu ginjal bu kost, tapi ginjal ayam bu kost” Tika
membenarkan kalimat Isyah
“ Iya nduk
Tika, kelupaan bawa Ayamnya” Jawab Isyah yang nadanya diubah menjadi logat jawa
“ Lupa ayam
gak papa, asal jangan lupa tugas akhir semester 5.” Nissa mulai membahas
beberapa tugas yang mulai datang silih berganti karena jadi adat istiadat
sebelum ujian selalu disuguhi cemilan tugas seabrek
“ Se gaes, 1
minggu dirumah. Aku numayan aktif nulis tugas-tugas kampus yang aku pantau dari
grup WA kelas kita” Isyah mencari sesuatu dalam tas ranselnya
“ Kamu nyari
permen lolipop ya Syah” Nana ikut mengintip tas ransel Isyah yang ditaruhnya
diatas meja tempat mereka ngbrol
“ Makanan
ajah kau, nih” Isyah mengeplakan bukunya dijidat Nana
“ Yah...
kirain makanan” Nana duduk disamping Isyah
“ Utekmu
Na... gor manganan ae” Tika berdecak heran dengan pikiran Nana yang selalu
memikirkan makanan
“ Review
buku dan nulis karya ilmiah bisa kita kerjakan diperpus kalo gak kost mu Na,
atau rumah ku. Nah, tugas penelitian lembaga ini kita harus terjun langsung
kelapangan karena butuh data yang lengkap dari foto sampai tetekbengeknya”
Isyah menunjukkan tulisan yang ia stabilo
“ Penelitian
itu harus ke lembaga pendidikan yang sudah menerapkan kurikulum 2013” Nissa ikut memberikan pencerahan
mengenai tugas mereka
“ Cocok
(Isyah tersenyum lebar), aku sudah menghubungi kepala sekolah si Hasan. Hasan
di sekolahnya udah pake kurikulum 2013, sebelum bahas tugas ini aku udah save
kontak Bu Ulan kepala sekolah SMK Negeri 1 Lempuing Jaya. Dia nawarin untuk
kerumahnya.” Isyah memandangi ketiga sahabatnya
“ Yaudah ini
kan cuma 1 Mata Kuliah tuh, jadi kita bisa langsung otw kerumahnya” ucap Nana
yang sedaritadi sibuk membernarkan jilbab pasminanya
“Emang kamu
udah tau Na, rumah kepala sekolah itu?” Tika dengan jail menarik ujung jilbab
Nana
“ Ih kau
nih, susah payah merapihkan jilbab kau main tarik” Nana memukul tangan Tika
“ Sekitar setengah jam Ibu itu tinggal di
Kayuagung komplek DPR, bisa aku pangkas dengan si Black. Eh, black. His,
gara-gara si anak konvoi itu SIM aku ditarik abah. Susah lah gini.” Isyah
teringat dengan SIM yang masih ditahan abahnya
“Iya
gara-gara kamu juga, motorku lecet bodynya. Untung gak banyak kalo banyak ku
jitak kepala kamu sampe lecet juga” Tika melirik Isyah
“ Maafken aku ya Tika sayong” Isyah
mengerjapkan matanya berulang-ulang
“ Yaudah, hari ini tuntasin tugas penelitian.
Nanti keburu pada sibuk aktifitas lain” tambah Nissa yang dari tadi hanya
memperhatikkan ketiga sahabatnya berdebat
“ Iya Niss,
keburu sok sibuk si Isyah dengan orderannya” Tika menyetuji saran Nissa
“ Aku gak
pernah sibuk, di kost malah cuma rebahan ajah” Nana memangku dagunya dengan
kedua tangan
“ HUH..
dasar generasi rebahan” Isyah memukul kepala Nana dengan gulungan karton yang
ada ditanganya
“ Lah, kau
senior rebahan” balas Nana sembari menjulurkan lidahnya
Semua
berjalan sesuai planing didalam kelas, isyah membelikan oleh-oleh 2 porsi bakso
buatan mang Dadang. Kuahnya dipisah, nanti kalo dingin dijalan bisa di panaskan
ulang dirumah Bu Ulan. Teman-temanya menyarankan membeli buah-buahan tapi Isyah
tak menyetujui karena ribet harus puter arah kepasar. 2 porsi bakso ditambah
cemilan khas buatan UKM dikampusnya siap menjadi pelantara komunikasi hari ini.
demi tugas selesai memang memerlukan beberapa pendekatan ekstra termasuk
mengeluarkan anggrana untuk hal-hal seperti ini.
“ Kayuagung
komplek DPR no.36” Isyah membaca ulang balasan chat Bu Ulan
“Kamu mah
Na, lelet amat kalo bawa motor. Pegel aku duduk dibelakang kelamaan” Protes
Isyah
“ Cerewet
lah kau nih, mending lah aku lelet tapi aman sampai tujuan” Nana masih melaju
dengan kendaraanya
“Nah.. ini
Na, liat deh itu no 36 kan?” Isyah memastikan bahwa ini rumah bu Ulan
“ Cari siapa
nak?” tanya wanita paruh baya mengenakan jilbab syari sangat lebar sampai
seperti mukena dengan baju gamis menjuntai kebawah menyapu lantai keramik biru
diterasnya
“
Assalammualaikum Ibu, saya Aaisyah Daaniyah yang chat ibu semalam. Ini benar
rumah bu Ulan?” Isyah masuk halaman rumah, melewati gerbang yang terbuka
“Iya benar
nak, mari masuk. Ibu sudah menunggu, kebetulan baru pulang pengajian tadi”
Jawab bu Ulan membenarkan kaca matanya yang turun kearah hidung mancungnya
Isyah
memberikan kode kepada teman-temanya untuk segera masuk rumah bu Ulan. Langkah
kakinya terhenti melihat pemandangnya yang sejuk halaman rumah bu Ulan. ia
memfokuskan pandanganya pada laki-laki berkaos putih lengan pendek ditambah
celana pendek batas lutut sedang sibuk memindahkan pot-pot di halaman itu.
Lelaki itu tak membalikkan badannya, ia benar-benar fokus menata tanamanya yang
ada ditangnya.
“ Eh itu
keknya cogan deh” Tika memelankan suaranya
“ apaan
rambutnya di kucir gitu, cewek tomboy kali sejenis Isyah Cuma bedanya dia gak
peke jilbab” ucap Nana dengan polosnya
Isyah
membalas Nana dengan lirikan tajamnya
“Itu cowok Na,
badanya keker gitu. Kali rambutnya sengaja dipanjangin.” Nissa memberikan
penjelasan kepada Nana dengan setengah berbisik takut yang dijadikan objek
pembicaraan mendengar apa yang mereka bahas didepan teras orang
“ Mari
masuk, kok pada ngbrol sambil berdiri gitu” Ucap Bu Ulan yang melihat mereka
asik dengan topik pembahasan lain
“ heheh Iya
bu, Assalammualaikum” ucap mereka berempat serempak
“
walaikumsalam, silahkan duduk nak. Kenapa tadi kok pada berdiri didepan teras?
“ tanya Ibu Ulan yang ternyata cukup lama memperhatikan mereka dari jendela
ruang tamu
“ Itu bu
ngeliat taman di halaman rumah ibu sejuk banget, apalagi ada bunga mawarnya.
Saya suka banget lihatnya bu” Isyah tersenyum
“ tapi tadi
seklian bahas cewek apa cowok gtu bu, yang lagi mindahin pot-pot didepan tadi.
Soalnya kan rambut dia dikucir gtu” Nana berhasil membuat ketiga sahabatnya
menunduk malu dengan ucapnya tadi
“ hahaha..
itu anak Ibu nak, bujang satu-satunya. Anak pertama dari 2 bersaudara,
rambutnya memang panjang sampai sebahu. Maklum anak MAPALA dikampusnya dulu,
ditambah aktifitas komunitas yang ia ikuti sekarang” jelas bu Ulan kepada
mereka
Nana diserang
tatapan ketiga sahabatnya yang malu dengan ucapan Nana tadi
“ Oh iya bu
sebelumnya kenalkan nama teman-teman saya, itu yang badanya agak berisi dan
memang gendut namanya Nana, yang pake jilbab motif bunga-bunga namanya Tika,
dan ini yang pake kacamata namanya Nissa.” Isyah memperkenalkan ketiga
sahabatnya
“ Aisyah dan
Nissa hampir seperti kembar, bedanya
Cuma gak pake kacamata ya” Bu Ulan memperhatikan mereka berdua
“ Orang-orang
bilangnya gitu Bu, sangking kelamaan
nempel kayak perangko jadi agak mirip-mirip”. Nissa mulai mengeluarkan suaranya
“ tapi
selain bisa dibedain dari kacamata, mereka berdua bisa diliat dari wajah nissa
yang rajin perawatan dengan Isyah yang males pake bedak dan lipstik, hahah”
nana tertawa membandingkan keduanya
“ Nak Isyah
sama seperti anak ibu yang gadis, susah kalo disuruh pake bedak apalagi lipstik.
Paling Cuma se niatnya saja, tapi jadi hemat juga karena semua perlengkapan
make up gak rutin dibeli.” Bu Ulan menampakkan sisi ramah dan kekeluarganya
pada mereka
“ hihhi jadi
hemat kan bu, ini sebelumnya maaf kami Cuma bawa buah tangan ini bu. Sekalian
memperkenalkan produk UKM kampus kami dan salah satu bakso andalan kami saat
ingin memperbaiki moodyan” Isyah menyerahkan kantung kuning berisi oleh-oleh
dari mereka berempat
“ Haduh kok
repot-repot, Jazakallahkhairan ya nak. Ini ibu terima.” Bu Ulan menerima
oleh-oleh dari mereka
“ ini
diminum tehnya kak” sosok gadis remaja muncul membawa nampan berisi 5 gelas air
teh
“Nah, ini
anak ibu yang gadis. Namanya Naisyila dia masih kelas 1 SMK” Ibu Ulan
memperkenalkan anak gadisnya
Mereka
tersenyum melihat Naisyila. Obrolan ini terus berlanjut. Beberapa pertanyaan
mengenai data-data yang diperlukan sudah mereka dapatkan. Semua sempat
memperhatikan keadaan ruang tamu milik bu Ulan, termasuk foto keluarga yang
terpampang besar di tembok bercat kuning. Foto itu ada 4 anggota keluarga
terdiri dari Ibu Ulan, Suaminya, anak lelakinya dan anak prempuanya. Gambar itu
menampilkan sisi religius keluarga ini. mungkin foto ini diambil saat lebaran
sehingga baju yang dikenakan semuanya senada.
“ kayak
Putra ya?” ucap Nissa setalah berpamitan pulang dari kediaman rumah bu Ulan
“ siapa?”
tanya Isyah
“ yang
difoto keluarga bu Ulan, dia pake kopiah dan sarung” Nissa memperjelas hal yang
dimaksudnya
“ Iya kali,
kenapa tadi gak nanya langsung si Niss?”
“ Ya masa
aku nanya anak bujang dia, malu lah” Nissa tertawa geli mendengar perintah
Isyah
“ ya kan
biar gak penasaran, siapa tau jodoh mu Niss” Isyah ikut tertawa
Pemadangan
sore kali ini, berhasil menuntaskan satu tugas penelitian mereka. Lengkap
dengan data-data termasuk foto dengan kepala sekolah. Wanita paruh baya tadi
memang sudah menampakkan keriput dibagian wajahnya yang sejuk untuk dipandang
tapi soal wawasan serta pengalaman wanita itu perlu dikunjungi lagi. Sekedar
melihat tamannya yang indah dan mendengar cerita petualangnya saat muda. “aku
akan kembali lagi lain waktu’ ucap isyah dalam hati
BAB 5
SEMANGKUK BAKSO UNTUK KITA CERITA
Perkuliahan hari ini cukup padat,
dan bertambah padat dengan pekerjaanya menulis artikel belum selesai juga. Upah
menulis 1 judul artikel memang tak seberapa, tapi jika rutin dikerjakan dalam
sebulan ia bisa manambah uang di rekening tiga ratus ribu. Ya semua tergantung
bagaimana ia mengatur bisnis dibidang kue, menulis dan kuliah menjadi seimbang.
Tak perlu muluk-muluk karena sumbernya ia harus mengalahkan rasa malas yang
sering datang tanpa permisi. Kalo sudah pada tahap pusing ia harus mengisi
amunisi sekedar mengunjungi tempat kuliner atau pilihan favoritnya adalah
nongkrong di warung mang Dadang untuk menikmati setiap suapan bakso yang memang
jempolan kalo soal rasa. Isyah bergegas pergi kewarung bakso mang Dadang, kali
ini isyah sendiri. Ketiga sahabatnya sudah bosan dalam waktu 2 hari sekali selalu
kewarung mang dadang.
“ Mang.. oh mang... Bi... oh bi”
Isyah teriak didepan warung mang Dadang
“ Apa neng? Kangen mamang ya ” Mang
Dadang selalu berhasil membuat Isyah tertawa dengan perut buncit dan pipi
bakpaonya
“ Dih, kangen bi Acih sama bakso
mamang doank” Isyah mengelak sebenarnya ia memang perlu hiburan dari mang
Dadang yang selalu menasehatinya dengan humor yang membuatnya tertawa
“ Halah, mana ada yang ngaku kalo
mamang tanya gtu. Ini bakso kayak biasanya? Atau porsinya berubah” tanya mang
Dadang menghentikan aktifitas mengelap mangkok-mangkok bakso
“ Biasa donk mang, kuahnya dikit,
bakso besarnya 2, jangan lupa bakso kecil-kecil dan mi-nya diganti toge yang
banyak. Aku mah tipe setia mang tak mudah tekecoh yang baru.” Ucap isyah yang
sudah duduk di bangku favorintanya
“ Iya setia dengan masa jomblonya”
kalimat mang Dadang membuat Isyah senyum-senyum sendiri di temani Microsoft
Office Word yang ia buka melalui hp.
“Sekalian makan bakso, siapa tau
dapet inspirasi buat nulis artikel lagi” ucap Isyah dalam hatinya.
“ Kemarin ada apa kerumahku?” suara
itu berhasil mengagetkan Isyah yang sedang fokus mengetik pada layar hp-nya
Selama beberapa detik ia mengingat
orang yang ada didepanya
“ Aku Putra, yang sudah berhasil
buat luka didagu mu gak hilang” jawab Putra sembari mengaduk-ngaduk bakso yang
ia pesan
“ Dih, buat luka kok kayak bangga?”
Isyah menyembunyikan rasa jengkelnya yang masih ada sampai saat ini
“Nih, baksonya neng” bi Acih
mengantarkan pesanan Isyah sembari menatap pria yang duduk dihadapan Isyah,
sorot matanya menanyakan siapa sosok pria itu pada Isyah. Tapi Bi Acih menghentikan
rasa keponya dan segera pergi kedapur lagi
“ So, kemarin ngapain kamu
dan rombongan mu kerumah ku.” tanya Putra lagi
“ Rumah yang mana?” Isyah tak
mengerti yang dibicarakan Putra
“ Kamu dan teman-teman mu berdiri di
taman rumah ku, ralat maksudku rumah orang tuaku.” Putra menyuapkan bakso yang
ada ditangan kanannya menggunakan garpu
“ Bu Ulan? Orang tuamu? Dan yang
ditaman itu kamu?” Isyah meletakkan hpnya dimeja
“Ya..!!! kamu ngadu soal kecelakaan
waktu itu?” tanya Putra sambil terus menguyah baksonya
Isyah menelan ludah, perasaan kesal
dan malu atas kejadiaan kecelakaanya waktu itu memang belum sembuh total. Bukan
pendendam, tapi akibat dari itu aktifitasnya sedikit terhambat karena harus
menunggu jemputan atau menunggu angkot untuk sampai pada tujuannya, ya karena
SIM motornya ditahan Abah sebab akibat kecelakan itu. Malu jelas terasa, pria
didepannya berhasil melihat yang tak seharusnya dilihat dan pria didepanya
berhasil membopong tubuhnya. Ini bukan adegan film korea yang kata kebanyakan
orang, romantis. Ini memalukan bagi Isyah yang sedikit banyak faham soal
batasan-batasan dalam Islam, antara laki-laki dan prempuan. Walau pada dasarnya
semua dilakukan karena terpaksa, untuk menolongnya.
“ Kamu punya pendengaran yang normal
kan!?” Putra menyadarkan Isyah yang sedang mematung melihatnya
Putra membunyikan mangkok bakso
dengan sendok yang dipenganya
“ Heh, berisik!. Kayak tukang bakso
ajah sih bunyiin magkok gitu” Isyah menyentak Putra yang membuat keributan di
warung mang Dadang
“ Kamu kerumah ku ngapain? Ngadu
soal kecelakan?” Putra mengulang pertanyaanya
“ Ngadu!, dih yang ada masalah itu
kamu sama aku! Ngapain bawa orang tuamu.” Isyah mulai menarik mangkok baksonya
“so? Ngpain?” Putra masih
kekeh dengan rasa penasaranya
“ Soal tugas, Bu Ulan jadi
narasumber untuk tugas penelitian kami.” Isyah menjawab rasa penasaran Putra
dan sekarang malah ia yang penasaran kenapa Putra tiba-tiba duduk didepannya
“ Oh gitu” singkat Putra dengan
wajah datar
“ Kamu...” Isyah belum tuntas menyelesaikan kalimatnya
“ kamu apa?” Putra menyambar kalimat
Isyah yang belum tuntas
“ His, jangan potong pembicaraan
kalo orang lagi ngomong!” Bentak Isyah
“ Maaf, lanjutkan” Putra mempersilahkan
Isyah melanjutkan kalimatnya
“ Kamu kenapa disini?” Ucap Isyah
yang baru saja menyeruput kuah baksonya menggunakan sendok
“ Karena laper,” jawab Putra singkat,
sebenarnya ia memang ketagihan karena 2 bungkus bakso yang diberikan Isyah
sebagai oleh-oleh untuk Ibu-nya ikut ia cicipi. Dan rasa bakso itu memang
berhasil membuat rasa dilidahnya menagih lagi untuk makan bakso itu. Beruntung
plastik bungkus bakso itu ada keterangan cukup lengkap jadi ia berhasil
menemukan semangkok bakso seperti yang ia cicipi kemarin.
“ Iya, kenapa harus semeja dengan
ku?” Isyah meneliti wajah Putra yang bersih dengan rambut gondrongnya yang
dimainkan angin sore hari ini
“ Tidak ada larangan untuk duduk
disini!” Putra mengetuk meja 2 kali dengan telunjuknya mempertegas bahasa meja
yang ia maksud
“Astagfirullah...!!! kesel deh sama
manusia jenis dia!” Isyah mengumpat membicarakan lawan bicaranya yang
sepertinya berniat merubahnya menjadi sosok kak Rose seperti di kelas
“ Aku dengar suara mu” Putra
memperhatikan Isyah yang makan bakso dengan pandangan fokus kepada mangkuknya
tanpa memperhatikan lawan bicaranya
“ Baguslah kalo denger.” Ucap Isyah
ketus
“ Tanyakan yang perlu kamu tanyakan”
Putra mengunyah bakso terakhir dimangkoknya
“ Bahlul!, jelaskan saja yang harus
kamu jelaskan. Kenapa kamu muter arah secara tiba-tiba.” Isyah mulai mengerutu dalam hatinya, ia
memperlihatkan ekspresi yang kurang bersahabat dengan Putra. Isyah memandang
pria pemiliki alis lebat itu dengan jidat yang mengkerutnya
Seakan memahami maksud Isyah dengan
ekspresi seperti itu, Putra langsung bersiap menyambut pertanyaan Isah yang
dilihatnya secara tersirat
“Soal kejadian sore itu yang menurut
mu, aku muter arah secara mendadak? Itu salah faham, aku rasa kamu sebagai
pengendara belum faham secara luas tentang kode yang kuberikan dijalanan itu”
Putra menyudahi semangkok bakso yang ia lahap, ia menyandarkan punggungnya pada
kursi kayu yang sedari tadi ia duduki.
Kali ini Isyah menatap lawan
bicaranya,
“ Hah? Gimana sih jelas-jelas emang kamu
asal muter gitu” Isyah merasa bahwa ia memang benar
Putra mengikat rambut gondrongnya
yang cukup terawat dengan karet gelang yang ada di lenggannya, memperlihatkan
kesan pria maco dengan gaya jaket kulit hitam dipadukan kaos abu-abu yang
terlihat dari seleting jaketnya yang sengaja dibuka. Sampai saat ini Isyah
belum menemukan sisi ramah apalagi senyum Putra sehingga muncul persepsi Isyah,
jika pria ini tipe-tipe manusia dingin dan sombong dengan ciri-ciri yang ia
sudah teliti sepanjang obrolan ini.
“Dengarkan dengan baik ini pelajaran
untuk mu soal berkendara, dan pandangi aku biasa saja. Jangan sampai baper
dengan tatapan seperti itu!” ucap putra yang menatap mata cokelat dengan bulu
mata lentik Isyah, ia menyadari bahwa Isyah sedang meneliti apa yang ada pada
dirinya
“ Percaya diri mu terlalu over
dosis!” jawab Isyah yang memalingkan pandangnya kelain arah
“Aa...isyah Daa..niyah, dengarkan!” Putra mengeja
name tag yang menempel pada jilbab yang dikenakan Isyah
“ Panggil
Isyah! Kamu terlalu panjang kalo harus memanggil nama lengkapku” ucap Isyah
“ Ya... jadi
waktu itu aku memberi kode memutar arah seperti ini, dan aku cukup tinggi
mengangkat tanganku. Dan waktu itu dari kaca sepion ku benar-benar tak ada
kendaraan termasuk kamu.” Putra mempraktekkan tangannya
“ 3 jari
mengepal jari jempol dan jari kelingking
tegak gitu persis seperti cewek-cewek genit yang ngodein om-om untuk
telpon dia, aneh-aneh ajah kode mu tuh!” ia pernah melihat kode seperti itu
didalam sebuah cuplikan film yang justru berbeda dengan penjelasan Putra
Seketika itu,
Putra tertawa dengan penjelasan berbeda Isyah soal kode mutar balik dalam
komunitas motornya dan dalam pandang Isyah justru kode genit seorang cewek yang
minta ditelpon. Isyah menangkap pemandang super menyejukkan saat melihat Putra
tertawa, pria dengan kulit sawo matang
itu benar-benar terlihat bersahabat dengan Isyah.
“ Bukan gitu Isyah, kita satukan
pandangan dulu soal kode saat berkendara” Putra mencoba menghentikkan tawanya
“ Sudahlah, aku sudah faham kode itu
artinya muter balik kan!” kata Isyah yang justru memiringkan kepalanya
kesebelah kanan melihat mang Dadang mendekatkan kipas angin kearah meja mereka,
Putra menengok apa yang terjadi dibelakangnya
“ Punten ini mah biar gak pada
kegerahan, jadi mamang arahin kipas anginya kesini” ucap mang Dadang yang
membetulkan kipasnya agar mengarah pada meja Isyah dan Putra
“ Iya mang, nuhun” Isyah sudah
menangkap maksud kode dari mang Dadang yang sebenarnya ingin Isyah dan Putra
mengobrol lebih lama disini
“ konvoi yang kamu lihat itu, hanya
15 motor saja belum semua anggota ikut Syah dan kamu sudah kelihatan panik
dengan barisan motor kami” Putra meneruskan penjelasannya
“ Aku gak panik!, aku buru-buru
ngater kue pesanan pelanggan ku. Yang akhirnya juga ikut jatuh ke aspal!” Isyah
selesai memakan baksonya yang ia lahap dengan waktu cukup panjang karena
terjeda mengobrol dengan Putra
“ Iya maafkan, biar aku ganti
kerugian mu dengan mentraktir bakso hari ini” Putra menawarkan pertemanan
dengan semangkok bakso gratis
“ Nyogok aku?” Tanya Isyah
“ Gimana kamu menerimanya ajah.”
Ucap Putra menghabiskan es tesnya
“ Oke, sebentar.” Isyah justru
mengeluarkan hpnya dan memotret kejadian hari ini dengan kamera depannya
“ Gak usah main upload!”
cegah putra setelah Isyah mengambil potret mereka berdua
“GR, aku mau undang ketiga sahabat
aku untuk menerima traktiran mu” ucap Isyah yang masih mengotak-ngatik hpnya
Tanpa disadari Isyah, Putra pun melakukan hal yang sama ia mengambil
foto Isyah menggunankan hanphone miliknya, dan menggundang kedua
temannya untuk datang kewarung bakso.
“ Hai.. hai..!!! aku mencium bau-bau
bakso geratis” suara Nana membuat heboh warung bakso Mang Dadang
“ Mulai heboh!” Isyah sudah menduga
jika ketiga sahabatnya akan datang secepat kilat, karena jarak kampus dan
warung Bakso mang Dadang yang tak telalu jauh.
“ Lah... tadi kamu ngundang kita
makan gratis di whatsApp” mereka bertiga langsung menghampiri meja Isyah
dan Putra
“ Loh.. loh.. ini abang-abang yang
buat kamu jatuh kan?” Nana menunjuk Putra, ia baru tersadar foto yang dikirim
Isyah adalah foto Putra
“ Kak Putra, Na” Jawab Nissa
“ Ya mana aku taulah, abang ini
kemarin gak ngomong sama sekali. Mana bisa aku tebak namanya” Nana sempat
bertemu Putra dipuskesmas saat kejadian Isyah dan Nisa kecelakaan, tapi tak
sepatah katapun keluar dari mulut Putra
Nissa mengedipkan matanya kearah
Nana tanda memberikan kode untuk berhenti mengoceh soal sikap Putra kemarin
“ Ini jadi dapet rezeki gratis?,
numayan sore-sore makan bakso gratis. Balek neng kos gare rebahan gaes.” Ucap
Tika yang tak memperhatikan kode dari Nissa
“ Tuh, tanya dia!” jawab Isyah yang
menunjuk Putra dengan pandanganya
“ Hey... bang Putra, dalam acara apa
makan bakso gratisnya ini?” tanya Nana yang sudah mantap duduk dikursinya
“ Tidak ada rencana untuk mentraktir
kalian” Putra menjawab dengan wajah datarnya
“ Ada!, sudah pesen dulu sana nanti
dia yang bayar” Isyah menunjuk Putra
“Yasudah ada, anggap ajah permintaan
maaf” Ucap Putra dengan fokus yang masih memainkan game
“ Kece badai kau bang... aku terima
maaf kau!. Kau mau apa Tik? Nis? Kau juga Syah?” Nana selalu memperlihatkan
sisi ceplas ceplosnya tanpa memerhatikan sahabat-sahabatnya yang malu dengan
tingkahnya
“ Aku udah, kalian ajah” Isyah
memang sudah kenyang makan semangkok bakso dengan pelajaran kode berkendara
dari Putra tadi. Kapasitas perutnya susah untuk menampung lagi
“ Porsi biasanya Na” Jawab Nissa
dengan tatapan yang mengarah pada Putra yang masih dengan dunia gamenya
“ Wey...!!! Biasa ajah ngeliatin
manusia itu” Isyah setengah berbisik memergoki Nissa yang mencuri pandangan
untuk memandangi Putra
“ Ih, apa sih Syah? Siapa yang
ngeliatin dia” Nissa mengelak dengan
mengalihkan pandanganya kelain arah
“ Udah ngetik mulu, artikel
dikerjain dirumah ajah. Kalo lagi nongkrong gini, enaknya ngobrol” Ucap Dani
yang menarik hp Isyah
“ Kak sastra...!!!” Isyah teriak
spontan saat melihat Dani menarik hanphonenya
“ Kayak jalangkung ajah kau kak,
datang tanpa diundang” Ucap Nana yang membawa baki isi 3 mangkok bakso
“ Kita berdua diundang Putra, dik”
Dimas tersenyum menjawab Nana
“ Na.. udah pesenin kita juga 2
mangkuk bakso. Kita diundang makan bakso gratisan sama si Putra” Dani menepuk
pundak Putra yang belum mau melepas game yang dimainkannya
“ Makan sepuasnya, yang traktir
bakso. Cewek yang berjilbab maroon gamis hitam” jawab Putra yang mematikan hanphonenya
Keempat wanita berjilbab itu saling
memandang satu sama lain, bahkan seluruh pengunjung warung bakso mang dadang
tak ada yang mengenakan jilbab maroon dengan gamis hitam kecuali Isyah sendiri.
“Syah.. yang dimaksud Putra itu
kamu” Ucap Nissa
“ Huaaw...!!! Isyah pasti baru cair
uang nulis artikel ya?, jadi ngundang kita makan bakso. Tau gitu kalo gratis
aku langsung ikut pas kamu ajak aku dikampus. Eh, tapi gak papa sih sekarang
juga tetep dapet gratisan hihihi” Tika
tertawa heboh menyadari wanita yang dimakud Putra adalah Isyah
“ Ngawur...!!!, dia lah yang bayar”
Isyah menunjuk Putra dengan tatapanya yang tajam
“ Sudahlah dik, kalian berdua bisa
iuran untuk tanggung jawab dengan undangan makan gratis sore ini” Dimas
bersikap sok cool dengan sesekali membetulkan poni rambutnya yang disisir
kearah belakang
“ Iya ya kak, kita kan datang karena diundang ya” Ucap Tika
yang mendukung Dimas
“ Panggil Dimas ajah, mungkin kita
beda 1 tahunan” Dimas tertawa kecil
“ Beda 1 tahunan dari mananya, kita
bertiga muncul di bumi ditahun yang sama tahun 95 beda tanggal, bulan dan orang
tua ajah. Jangan ngaku sok muda kamu Dim” Jelas Dani
“ Tapi masih terlihat seumuran
dengan kalian kan, wajah-wajah kalian pasti lahir tahun 99” tebak Dimas yang
memandangi mereka satu persatu
“ Salah, kita bertiga muncul ke bumi
tahun 98 disusul Isyah ditahun 99” Tika masih terus menanggapi obrolan dengan
Dimas
Isyah hanya menepok jidatnya melihat
Tika dan Dimas yang mengobrol terlalu basa-basi. Ia masih menangkap Nissa yang
memandangi Putra walau sesekali ia alihkan kearah lain. Sedangkan Nana asik
dengan es cokelat dan bakso hangatnya.
“ Bro.. sudah kamu jelaskan belum
masalah kode berkendara itu?” Kata Dani sembari mengunyah bakso
“ Sudah, kode berkendara kita
disalah artikan oleh wanita-wanita itu” Ucap Putra
“ Gak disalah artikan tapi emang
beda arti” Kata Isyah yang langsung merespon
“ Heh ladies, belajar yang
banyak sama dia masalah peraturan lalulintas, kode motor dan perihal motor
lainnya. Dia faham soal lalu lintas karena dulu sempat mau jadi Polisi
Lalu-lintas, tapi sekarang jadi ketua club moge.” Ucap Dani
“ Kak Dani kok tau?” tanya Nissa
“ Putra Temen kakak waktu SMK kita
satu jurusan otomotif atau Teknik Kendaraan Ringan, termasuk Dimas juga. Udah
temenan dari masa unyu-unyu sampe
sekarang, Cuma agak susah kumpul karena sibuk ngejar mimpi masing-masing” Dani
melihat kedua temanya
Meja persegi panjang ini kini penuh
dengan mangkuk bakso, serta obrolan-obrolan berbagai objek pembicaraan. Tika
dan Dimas semakin intim saja mengbrol mereka tak memperhatikan objek pembicaraan
lain. Nissa masih beberapa kali tertangkap Isyah ketika memandangi Putra, walau
selalu mengalihkan pandanganya ketika Putra melihatnya.
BAB 6 WANITA DENGAN
SERIBU KODE
Kamar bercat hijau itu kini penuh
dengan buku yang berserakan, dengan alunan musik pop shela on7 membuat keempat
gadis penghuni kamar itu sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
“Syah... kemarin sebelum kita datang ke warung
mang Dadang, kamu lama ngbrol sama Putra”
Tanya Isyah yang menghentikan aktifitas mengetik laporan penelitian
“ Apaan?” Tanya Isyah yang sudah setengah
perjalanan ingin tidur siang
“ kok tidur sih Syah, tugas belum selesai nih”
Nissa menimpuk Isyah yang sudah memenjamkan matanya
“ Aduh... Nissa sakit” Isyah teriak saat Nissa memukul badan Isyah dengan bantal
guling
“ Biarin, biar bangun” protes Nissa
“ Iya, nih
udah melek liat.. liat . Si Nana sama Tika pada main hp kamu biarin ajah.
Giliran aku tidur sebentar kamu bangunin” Isyah memanyunkan bibirnya
“ Mana ada
kamu tidur sebentar, kalo dibiaran bisa sampe Ashar tidurmu tuh” kata Nissa
yang memang faham kelakuan Isyah yang selalu over dosis jika masalah tidur
“ Hahaha.. iya juga sih Nis” Isyah tertawa
menyadari kapasitas tidurnya yang seperti beruang kutub tidur dengan bulu-bulu
hangatnya sampai susah bangun karena terlalu nyaman dengan kasurnya
“Isyah...” tanya Nissa membalik badanya diatas
kasur dan memandangi atap langit-langit kamar Isyah
“ Hemm” respon Isyah yang mengikat rambut hitam
bergelombangnya yang panjang yang terurai sampai bahu
“Kemarin kamu ngbrol lama sama Putra?” Tanya Nissa
kembali
“ Numayan lama, sampe bakso aku abis”
“ Dia emang pendiem gitu? Kok kemarin sore Cuma
ngbrol sama Putra doank” Nissa masih ingin membahas Putra sebagai objek
pembahasanya
“ Bukan pendiem tapi cuek, sekalinya ngomong
ngeselin Nis” Isyah meremas tanganya memperlihatkan kekesalnya pada Putra
“ Ngeselin gimana?” Nissa menarik bantal dan duduk
bersila diatas kasur sembari memperhatikan Isyah yang memainkan hp
“ Aku kan tanya kenapa dia diwarung
mang Dadang? Katanya karena laper terus aku tanya lagi kenapa duduk dimeja yang
sama, lah kata dia karena gak ada larangan untuk duduk di sana. Padahal meja
lain juga masih ada yang kosong.” Ucap Isyah
“ Tapikan emang bener gitu, kalo kewarung makanan tandanya laper.
Kalo dia duduk di meja yang sama, kan emang gak ada laranganya. Lagian mejanya
panjang, gak mungkin sempit cuma berdua ajah. Buktinya kita makan berenam masih
muat” Ucap Nissa membela Putra
“ Kek istrinya ajah kamu Niss,
belain dia yang jelas-jelas ngeselin “ Isyah memukul Nissa dengan buku
“Istrinya hihih” tawa Nissa yang
tanpa ia sadari membuat Isyah heran
“ Lah.. kamu kenapa ketawa sendiri?”
Isyah heran melihat Nissa yang tersenyum dengan kata Istri yang dilontarkan
Isyah
“ Emang ketawa dilarang?” Ucap Nissa
dengan tawa yang ia tahan
“ Dih, kok jadi kayak Putra sih?”
Isyah mengkerutkan jidatnya
“ Masa sih? Hihii eh, ini laporan
penelitian tinggal edit tambah hasil wawancara kita sama Bu Ulan dan foto
wawancara kemarin. Bagian kamu Syah edit-edit ginian.” Nissa memberikan laptop
ke Isyah
“ Fotonya dihp siapa kemarin?” Isyah
mulai mengotak ngatik laptopnya
“ Di anak-anak K-POP tuh” Nissa menunjuk
Nana dan Tika yang sedang bersantai di karpet dengan cemilan favorit mereka
dari seblak kering pedas dan cemilan cokelat lainnya.
“ Woy... anak K-Pop. Kirim Foto-foto
kemarin “ Isyah melempar bantal kearah Tika dan Nana yang sedari tadi memainkan
hp
“ Foto apa?” Nana terduduk diatas
karpet
“ Foto yang lagi wawacara dengan
narasumber kita” Kata Nissa turun dari kasur menghampiri Nana dan Tika sembari
mencomot banana cake olahan Isyah
“ Di Hp Nana, kan dia yang
Dokumentasi” Ucap Tika
“ ASTAGFIRULLAH....!!! YaAllah”
teriak Nana membuat kaget penghuni kamar
“ Ada apa dengan foto itu?” Isyah
mulai curiga dengan suara teriakan Nana
“ Fotonya kehapus... YaAllah maafkan
aku gengs” Ucap Nana dengan raut wajah sedih
“Kok bisa! Itu kan sebagai pendukung
tugas kita” Isyah loncat dari atas kasur mendekat kepada Nana yang mulai
kebingungan
“ Aku teledor, kemarin aku foto
kalian pas lagi makan bakso bareng-bareng. Itu foto yang aku upload di
story instragram. Karena gak muat aku hapus beberapa foto yang menerut ku gak
penting, demi mengabadikan moment itu. Dan gak sengaja foto dengan bu Ulan juga
kehapus, aku bener-bener gak sengaja” Nana memegang tangan Nissa, rasa bersalahnya
memang tampak dari sorot mata Nana
“ Enek-enek wae koe Na” Tika
mengelengkan-gelengkan kepalanya
“ Yasudah kita kembali lagi saja
untuk foto lagi dengan bu Ulan” Nissa menengkan Nana yang sepertinya ingin
menangis karena rasa bersalahnya
“ Hah, ke rumah Putra?” Jawab
spontan Isyah yang membuat ketiga sahabatnya kaget mendengar nama Putra
“ Kok rumah Putra?, rumah bu Ulan
narasumber kita” Nissa membetulkan kalimat Isyah
“Bu Ulan itu Ibunya Putra” Isyah
dengan malasnya menyebut nama lelaki itu
“ Rumah Putra deket rumah Dimas gak
ya, hihihi aku mau lihat dia” Ucap Tika yang mulai memasang wajah centilnya
“ Bocah eda!, baru ketemu sekali
udah main hati” ucap Isyah yang mengetahui Tika sudah mulai melakukan
pendekatan dengan Dimas
“ Yasudah ayo, ini kan belum
kesorean masih bisa main kerumah Putra. Eh, bu Ulan maksudku” Nissa meralat
kalimatnya
“ Males ah, ngantuk! besok lagi ajah
minggu pagi.” Isyah menyingkirkan buku diatas kasurnya dan langsung mencari
posisi ternyaman untuk tidur siang
“Isyah kau marah sama aku?” Nana
mendekati Isyah yang mulai terbaring di atas kasur
“ Marah enggak Cuma kesel harus
balik lagi kerumah laki-laki itu” kata Isyah dengan mata terpejam
“ Tapikan kita ketemu Bu Ulan, bukan
Putra” ucap Nissa
“ Wkwkwk lah iya kenapa kesel,
kan ketemu bu Ulan bukan Human itu” Isyah mengerutu dalam hatinya
“ Ah, besok pagi ajah sekalian kita
Mingguan. Ngerjain tugas sambil main kan seru” Tika tampak bersemangat dengan
Minggu paginya
“ Aku mau tidur siang, nanti malam
mau ngerjain artikel jadi butuh energi buat bergadang. Kalian bebas ngelakuin
apa ajah dirumah ku, yang penting jangan kearea pojok kerja. Nanti kalian
buka-buka privasi ku. Kalo laper kedapur sendiri” oceh Isyah dengan bantal yang
semakin di pegang erat
“ Dasar Senior rebahan, ngerjain
artikel sekarang ajah make nunggu malem” Nissa melemparkan bantal ketubuh Isyah
“ Inspirasiku datang saat malam
tiba, termasuk sinyal lancar luncur kalo malem” ucap Isyah dengan setengah kesadaranya
yang segera santai ke pulau kapuk
Pagi Minggu sesuai jadwal mereka
kemarin, segera menuntaskan tugas pendukung laporan penelitian. Sebuah potret
yang hilang karena ulah jail tangan Nana, berhasil membuat tugas tambahan lagi.
Segelas susu hangat dengan perasan jeruk dan sepiring nasi goreng sebagai
energi tambahan untuk mengerjakan tugas yang perjalanannya cukup panjang. Sinar
matahari pagi dengan beberapa pepohonan yang menjatuhkan daun dari dahanya memenemani
perjalanan kali ini, pagi ini juga membuat Isyah tersenyum lebar karena dibantu
ketiga sahabatnya ia dapat mengendarai Black kembali. Ia benar-benar menikmati
perjalanan pagi ini dengan laju yang pelan karena melepas rindu dengan Black
yang selama beberapa Minggu hanya diam kandangnya.
“ Tumben santuy” Kata Nissa yang
duduk dibelakang Isyah
“ Kamu mau kita ngulang kayak dulu
lagi?” Isyah mengigatkan Nissa
“ Nauzubillah, janganlah” Nissa
tertawa dengan ajakan Isyah mengingat saat mereka terjatuh
“ Melepas rindu dengan Black udah
lama gak jalan bareng, jadi santai ajah ya ini juga masih jam 8 pagi.” Ucap
Isyah sedikit menengok kearah Nissa agar suaranya yang terbawa angin dijalan
ini dapat terdengar jelas
Nissa tampak geli dengan alasan
Isyah ingin melepas rindu dengan sebuah motor bebek jadul bewarna hitam ini,
sedangkan Nana dan Tika mengikuti dengan motor yang dikendarai oleh Tika.
Mereka ikut melambatkan laju motornya, sesekali suara cekikikan mereka
terdengar telingan Nissa dan Isyah yang tertutupi helm. Obrolan sepanjang
jalan, membuat waktu tak terasa sampai mereka tiba dirumah bu Ulan tujuan
mereka mendapatkan foto narasumber agar tugas penelitian ini cukup untuk
menyakinkan dosen pengampu.
“ Loh, kok ada tenda?” Tika masih
menghidupkan gas motornya
“ Apa ada acara ya, kamu gak buat
janji sama bu Ulan?” tanya Nissa pada Isyah
“ Enggak, pikir ku kan ini Minggu
pasti dia dirumah” Isyah membuka helmnya yang mulai terasa pengap menekan
kepalanya
“Yaudah masuk ajah, bentaran kan
Cuma foto ajah” Nana sudah berjalan sampai gerbang rumah Bu Ulan
“ Parkir didalam sini, kalo diluar
nanti keburu banyak tamu” sosok yang tak asing lagi bagi mereka berempat
apalagi Tika yang sudah mengenal lebih jauh Dimas karena sering berhubungan
denganya melalui media sosial.
“ Minggu pagi barokah ketemu si dia
hihihi” Tika tersenyum puas dengan rencana siang kemarin yang berhasil di
Minggu pagi ini
“ Udang dibalik batu!!! Ini rencana
siang kemarin?” tanya Isyah pada Tika yang belum menghilangkan senyum puasnya
“ Hehehe tapi demi tugas juga loh,
kata kak Dimas hari ini emang ada perkumpulan club motor mereka, tapi kan kita
bisa bantu-bantu Bu Ulan dulu jadi gak malu-malu amat minta fotonya” Tika
cengigisan kepada ketiga sahabatnya
“ Modus kamu Tik” Ucap Nissa yang
mengikuti langkah Nana masuk kerumah bu Ulan
“ Ada apa? Kamu mau belajar kode
berkendara lagi?” Putra mengagetkan Isyah yang memarkirkan motornya di halaman
rumah Putra
“ Gak! Aku gak cari kamu” Jawab
Isyah ketus
“
Baguslah, aku pun gak berharap dicari kamu” jawab Putra meneruskan
pekerjaanya memaku banner berlambangkan klub motornya
“ His, dasar you human...”
kalimat Isyah belum tuntas ia segera tersadar oleh ucapanya
“ Assalammualikum, kak Putra apa ada
Ibu Ulan didalam?” Nissa begitu sopan menanyakan keberadaan bu Ulan pada Putra
“Walaikumsalam, ada masuk ajah
kayaknya lagi didapur” Putra menjawab Nissa dengan nada lembut tak seperti saat
bertanya kepada Isyah yang terkesan mengejek
“ Dasar cowok, giliran sama cewek
cantik ajah gaya bicara berubah jadi sok lembut, pengen ku colok itu bola
matanya” Ucap Isyah dalam hatinya dengan memperhatikan Nissa yang nampak
feminim dengan jilbab pink muda dipadukan dengan gamis cream bunga-bunga,
wajahnya yang nampak segar serta bibir yang nampak bewarna menampakkan sisi
wanita yang begitu lembut. Lain dengan Isyah yang memakai jilbab hitam dengan
setelan gamis kuning kunyit tanpa sebuah make-up seperti ketiga
sahabatnya membuat Isyah semakin mencirikan bukan wanita feminim yang
kebanyakan disukai pria.
“ Kak Isyah, kak Nissa, kak Nana,
Kak Tika. Wuah... alhamdulilah kalian datang juga, tadi kak Dimas cerita
katanya kalian mau bantu aku dan Bunda di dapur ya” gadis cantik dengan rambut
yang diikat asal dan baju tidur lengkap dengan sandal rumah menandakan ia belum
mandi pagi
“ Iya Syila, kita bantu-bantu kalian
didapur” sahut Tika yang memang lebih tau terlebih dahulu dari Dimas
“ Modus dia nyusahin kita” bisik
Isyah kepada Nana dan Nissa
“ hihi yaudah ikutin ajah” kata
Nissa merangkul Isyah yang tertinggal dibelakang mereka
Mata mereka disuguhi dengan pemandangan
dapur yang rapih dan lengkap dengan segala perabotan. Sentuhan seorang wanita
terlihat dari setiap penyusunan tempat mengolah makanan yang rapi dan sangat
strategis, membuat siapa saja akan nyaman dengan dapur ini. khususnya wanita
yang memiliki hoby memasak.
“ Eh, Alhamdulilah ada bantuan
datang” Bu Ulan menyambut mereka dengan hangat, mengehentikan aktifitas
memasaknya dan menghampiri keempat gadis berjilbab yang sudah berdiri didapur
Bu Ulan.
“ Iya bu, gimana kabarnya?” tanya
Nissa sembari mencium tangan Bu Ulan yang diikuti ketiga sahabatnya
“ Alhamdulilah baik, jadi sudah siap
bantu Ibu hari ini? ini kebiasaan si Putra kalo buat acara selalu dirumah tapi
yang repot didapur Ibu dan Syila” Tutur bu Ulan yang secara blak-blakan meminta
mereka ikut bantu-bantu di dapur
“ Siap bu, kita mah sampe tuntas
acara bakal disini” Ucap Tika dengan semangat yang sudah ditebak Isyah dengan
niat lain
“Dasar udang dibalik batu” Isyah
setengah berbisik kepada Tika
“Demi kelancaran pendekatan aku dan
Dimas kalian harus berkorban waktu hari ini” tegas Tika yang terkesan memaksa
mereka bertiga
“ Ibu ini cokelat ya?” Nana memegang
sebuah mangkuk berisi parutan cokelat
“ Aduh Ibu, jauhkan cokelat dari
manusia itu. Bisa habis nanti cokelat itu kalo ketauan si Nana ndut” Isyah
menarik mangkuk cokelat itu dari tangan Nana
“ Ih.. apa kau ni Syah, aku Cuma
pegang mangkuk itu” Nana mencoba mempertahankan mangkuk berisi cokelat itu
“ Gak papa, dimakan ajah. Dikulkas
masih ada cokelat, karena di Syila seneng nyemelin cokelat. Jadi Ibu suka sedia
cokelat” Ibu Ulan mulai mempersilahkan Nana untuk mengemil cokelat yang sudah
diparut
“ Ibu mau buat apa?” Nissa mendekati
bu Ulan yang memecahkan telur
“ Buat bolu, ya cemilan untuk
temen-temen si Putra. Kasian masa cuma mau manggang ajah” ucap bu Ulan
“ Serahin ke Isyah ajah bu, dia jago
kalo soal ngolah-ngolah makanan. Dia gesit kayak laki-laki bisa kesana-sini,
segala urusan dapur dia bisa bahkan benerin genteng pun kalo gak ada cowok
dirumah dia bisa bu.” Cerocos Tika
“ Wah keren banget doank Aisyah segala
bisa, boleh nih ibu serahin masalah buat cemilan ke Isyah ya” Ibu Ulan memuji
Isyah
“ Gak jago bu, bisa sedikit-sedikit
mah. Boleh, tapi tetep diawasi bu. Kan ini dapur Ibu, nanti bisa jadi berntakan
kalo ada kami.” Isyah mencubit tangan
Tika yang terlalu memaparkan tentangnya secara berlebihan
“ Gak papa santai ajah, kalian bisa
berexperimen di dapur Ibu. Segala resep makan yang biasa kalian buat
boleh dicoba, nanti kalo kurang bahan gampang kita ke toko sebelah.” Ucap bu
Ulan
Bu Ulan memang sangat baik, membuat tamunya
nyaman. Mereka bertambah akrab dengan bu Ulan apalagi Syila gadis tomboi yang
suka sekali cerita tentang kisahnya kepada mereka berempat membuat mereka
merasa sudah lama bertemu padahal ini adalah kali keduanya mereka bertatap muka.
“ Dapur impian ini bu” Ucap Isyah
yang menghampiri Nissa dan Bu Ulan yang sedang asik memotong cabe dan bawang
“ Loh kok bisa?” Tanya bu Ulan
“ Suasana natural dari cat hijau di
padukan cat putih, oven listrik, microwave,kulkas, dan perintilan lain
dapur Ibu. Buat nyaman banget hihhi... betah kalo gini mah” Ucap Isyah
memperhatikan setiap inci dapur bu Ulan
“ Ibu suka ngolah makanan juga,
banyak banget buku resep yang ibu koleksi. Tapi yang fokus masak paling hari
Sabtu dan Minggu saat libur sekolah gini. Karena semajak kurikulum 2013 jadwal
disekolah menang cukup padat. Buka saja lemari yang itu, koleksi buku masakan
numaya banyak.” Bu Ulan menunjukkan letak lemari buku yang dimaksud
Tanpa malu Isyah langsung
menghampiri lemari buku yang ditunjuk bu Ulan, rak buku mini itu tampak rapi
dengan jajaran buku resep-resep masakan.
“Nissa...!!! kamu harus rajin baca buku resep masakan juga, biar jadi
menantu kesayangan bu Ulan” Ucap Nana yang
juga melihat rak buku khusus resep masakan bu Ulan
“ Tuh bener, jangan baca buku MK dan
novel mulu wwkwkwk. Kamu harus bisa duet dengan bu Ulan” Isyah tertawa didukung
Nana yang memang merasakan bahwa Nissa sedari tadi selalu mendekati bu Ulan
untuk lebih mengenal Putra dari Ibu kandungnya
Nissa hanya melotot kepada Isyah dan
Nana yang mengejeknya, wajahnya memerah karena malu dengan ejekan meraka.
“ Nanti bisa belajar bareng ya nak”
ucap Bu Ulan yang menyadari bahwa Nissa sedang menahan malu karena diejek
sahabatnya
“ Bunda ini wangi apa?” dari arah
pintu dapur Syilla mengenduskan hidungnya mencari sumber wangi yang sedari tadi
menggangu ia saat mandi
“ 2 sumber wangi dek, wangi
gadis-gadis yang lagi mengolah makanan didapur dan wangi kue yang dibuat
mereka” bu Ulan memandangi anak gadisnya yang sudah terlihat segar setalah
mandi
“ Ini wangi kue Bunda, enak banget
ada aroma cokelatnya” Syilla mendekati oven yang ia yakini sumber wangi aroma
cokelat itu
“ Brownies kering ini dek Syila, nih
cicip deh udah mateng. Pas bangen kamu datang” Isyah membuka oven dengan sarung
tangan kain yang tebal
Kue kering munyil berukuruan 2 cm
nampak menggoda dengan aroma cokelat yang sudah mengetuk indra penciuman
“ Tiup dulu dek“ Nissa melihat
Syilla yang langsung mencomot kue panas
“ Wkwkw iya... ue..nak ini, panas
tapi” mulut Syilla terus menguyah brownies kering yang baru keluar dari
oven
“ Liat si Nana, udah melotot ajah
ngeliatin kue mu Syah” Ucap Tika
“ Liat doank aku” Nana menelan ludah
karena memang sudah tergoda dengan melihat kue itu
“ Liat dulu ntar dicomot ya Nana
Ndut” kata Isyah dengan memainkan alis sebelah kirinya
“ Nah, bener kau Syah” Nana sudah
mecomot 2 brownies kering ditangnya
“ Sini kita cicip-cicip dulu kuenya,
ditambah teh anget enak kayaknya. Biar ibu buat dulu”
“ Jangan bu, Nissa ajah yang buat
tehnya” Nissa menahan Ibu Ulan yang meninggalkan kursinya
“ Biar calon menantu Ibu saja, gitu
harusnya Nis” kata Isyah tersenyum kepada Nissa
“ Isyah...! “ Nissa melirik Isyah yang
sedang menyusun kue-kue dalam toples
Pagi ini mereka habiskan dengan menuangkan segala resep makanan yang
dipimpin Isyah sebagai ketua konsumsi dadakan. Sedangkan Bu Ulan seperti sudah
menyerahkan seluruh dapurnya untuk diolah
kelima mahasiswi yang niat menyelesaikan tugas malah mendapat tugas tambahan.
“ Pake jilbab mu dek!, Temen abang udah banyak yang datang” pria keturan
Palembang itu berdiri didepan pintu dapur, kaos hitam bertuliskan 1 kata
tulisan “unknow” terlihat simpel dengan celana jeans bewarna hitam
sangat cocok dengan dadanya yang cukup bidang
“ Ntar bang, sekalian dzuhuran” Jawab Syilla dengan tangan penuh minyak
bekas goreng tempe yang ia cemili
“ Nih bawain kedepan, makanan hasil karya anak-anak bunda didapur” Bu Ulan
menyerahkan nampan berisi kue dan makanan lainnya
“ Anak-anak bunda? Didapur ada berapa anak emang?” Putra heran dengan
kalimat anak yang disebutkan ibunya lebih dari satu
“ Tuh, lihat ada 5 anak gadis Bunda. Ketua konsumis hari ini tuh yang lagi
manggang.” Menunjuk Isyah yang masih mengecek kue panggangan terakhirnya
“ Dia..!!! (menunjuk Isyah) Bunda kalo pilih anak yang mendingan kenapa?”
kata Putra yang menatap Isyah dari pintu dapur
“ Eh mata mu mau aku colok, biasa ajah kalo liat!” Isyah langsung menyerang
Putra yang menatapnya
“ Cari anak yang kaleman sedikit bunda, cukup Syilla sisi kalemnya gak ada
ini ditambah dia yang Putra yakin gak ada... ” Putra kini mendekat pada Ibunya
yang sedang memotong kue
“ Gak ada apa! Kalo ngomong terusin” Isyah mendekat pada Putra yang
dibatasi meja makan
“ Terusin kemana? Aku gak lagi berkendara” Putra kini duduk dan menguyah
brownies kering yang ada dimeja
“ Bu... boleh Isyah ngelempar dia pake piring?” Isyah justru membuat bu
Ulan tertawa dengan pertanyaan anehnya
“ Jangan kak Isyah, (cegah Syilla) jangan ragu-ragu maksud adek” kata Syila
yang ikut mendukung Isyah
“ Abangmu siapa dek? Kamu kok dukung dia” kata Putra mengacak-ngacak rambut
adiknya
“Abang Putra abangnya adek, dan kak Isyah kakaknya adek. Kali ini adek mau
lihat aksi lempar piring dari kak Isyah” Syilla berdiri seakan menjadi wasit
dalam sebuah perlombaan
“ Eh, kalian ini ayo coba disusun makananya didepan. Nanti keburu datang
tamunya” Bu Ulan menengahi keduanya
“ Apa mau buat coffe juga, bang?. Kalo cowok kumpulkan pasti gak
jauh dari coffie” Nissa merubah panggilan kakak kepada Putra menjadi
abang membuat ketiga sahabatnya makin yakin bahwa Nissa memang menyukai Putra
“ Ya boleh juga” Putra menyetujui saran Nissa
“ PANTESAN..!!! didepan kayak kenal 2 motor yang gak asing suka nimbrung di
parkiran ” pekik seseorang yang tiba-tiba datang
Isyah dan ketiga sahabatnya kaget melihat Dani yang juga ada di rumah bu
Ulan
“ Weh.. akhirnya datang juga!” Putra langsung bersalaman dengan salam gaya
cowok yang mengepalkan tangannya lalu menyatukan dengan tangan lawannya yang
sama-sama mengepal
“ Biasa tugas akhir, ngerjain minta dikerjain sebentar. Tante gimana
kabarnya?” Dani mencium tangan Bu Ulan
“ Alhamdulilah baik, kemana ajah nak? Kok baru main lagi” Ibu Ulan mengusap
kepala Dani yang masih menyalaminya
“ Lagi sok sibuk tugas akhir bu, kejar tayang biar sesaui target” ucap Dani
“ loh bukannya seangkatan sama Putra? Kok sekarang baru ngurus skripsi.” Bu
Ulan masih memandangi Dani
“ Dani waktu itukan gak berhenti 2 tahun karena problem pendanaan
bu” Senyum Dani mengisyaratkan ia tak ingin membahas tertundannya masalah
pendidikanya
“ Kenapa dimana ada kita disitu ada kak Dani juga?” Ucap Nissa membawa
nampan isi 2 cangkir kopi
“ Jodoh mungkin Nis, hahaha” Dani tertawa mengucapkan kalimatnya
“ Jangan dia udah jadi calon menantu Bu Ulan” Isyah langsung menyambar
“ Loh kok ngatur?” kata putra seperti ingin meneruskan perdebatanya tadi
“ Gak ngatur! Tapi mencoba menjelaskan” kata Isyah tegas
“ Isyah cemburu? Kak Dani bilang gitu ke Nissa.” Dani menyesap Kopinya
“ hadeh! Apaan lah?” Isyah meninggalkan dapur membawa 2 toples kue di tangan kanan dan kirinya yang siap disusun
di meja depan
Tenda itu kini sudah dihuni manusia-manusia yang kebanyakan para pria
kemungkinan berumur 23 tahun sampai 30 tahun terlihat dari masing-masing wajah
yang mulai menampakkan beberapa guratan keriput yang tidak kentara jelas tapi
jika diperhatikan pasti terlihat. Ada beberapa wanita yang ada diperkumpulan
mereka hanya beberapa dalam hitungan jari saja, bikers jacket dan sepatu
boots bewarna hitam dengan hak setinggi 2cm nampak menandakan
wanita-wanita itu adalah bagian dari club motor yang diketuai Putra. Cangkir
kopi sudah menemani obrolan mereka ada beberapa yang mengepulkan asap rokok.
Nissa dan Tika sudah duduk manis didalam gazebo 2 x 3 M ditemani Putra,
Dimas Dani dan wanita cantik berambut
pirang dengan gradasi warna cokelat dan maroon persis seperti wanita yang
pernah ia lihat saat Putra mengendarai motornya. Nana dan Syilla sibuk dengan
cokelat-cokelat di meja dapur yang sudah mereka cemili sembari ngobrol, Isyah
mencari sosok bu Ulan yang ternyata sudah tertidur disofa ruang keluarga. Ia
keluar lagi berniat menghampiri teman-temannya di Gazebo taman depan.
Nissa melambaikan tanganya pada Isyah yang berdiri di dekat teras, langkahnya
terhenti mendapatkan hpnya bergetar. Notif pesan yang sudah ia tebak isinya,
Isyah membalikkan badannya kembali masuk kedalam rumah Bu Ulan. disusurinya
beberapa tempat yang masih wajar untuk tamu sepertinya berjalan, dapur itu
masih dihuni Syilla dan Nana diramaikan suara keripik yang dikunyah
masing-masing. Isyah memutuskan untuk pergi kebelakang, dari suara yang ia
tangkap seperti ada burung berkicau dan suara air mengalir.
“ Ini mah kalo mau sayur tinggal makan” Isyah takjub dengan taman dapur
yang dipenuhi sayuran dan tanaman herbal, kolam kecil isi ikan hias nampak apik
didesain, burung berkicau bukan dari sebuah sangkar justru mereka mampir
bertengker di atas pohon jambu yang sudah mengeluarkan bunga untuk menghasilkan
buah
Isyah menemukan kursi lengkap dengan meja menarik perhatiaanya untuk segera
bersantai menikmati pemandangan yang menyejukkan mata dan hatinya. Ia tempelkan
pantatnya pada kursi kursi kaya, menyenderkan punggungnya pada punggung kursi.
Jemarinya mengotak ngatik hp, melihat notif pesan email yang masuk.
“ Semester enam masa mau mundur sih, aku seniat ini sekolah lah dihadang
dana yang gak dukung, kok pengen mewek ya” Isyah megoceh pada layar hp-nya
Email berisikan persyaratan wajib lunas untuk setiap mahasiswi yang akan
mengikuti ujian, cukup jadi bebanya. Mengigat ia memang mengandalkan
keringatnya sendiri untuk sampai duduk sejauh ini mengeyam pendidikan di
perguruan tinggi. Matanya sudah berkaca-kaca ingin mengeluarkan sedikit beban
yang kini sedang terasa
“ Ngajar anak Paud, jualan kue, kerja didesa, nulis artikel perasaan juga
udah hemat” Isyah menghitung sumber pendapatanya yang memang kecil tapi semua
cukup berharga untukknya
“ Apa harus jual ginjal” Isyah menjeda kalimatnya “ginjal ayam tetangga”
Isyah terkekeh kecil ia berusaha menghibur dirinya sendiri,
Voice recorder sengaja ia buka agar
merekam semua unek-uneknya, yang nanti setelah malam tiba akan diputar dan
ditulis dalam catatannya.
“ Ginjal ayam oseng!” kata Putra
yang duduk tepat di samping kursi Isyah yang hanya terpisah meja kecil
“ Heh!... kamu dari kapan disitu”
Isyah menyipitkan matanya mengintimidasi Putra yang duduk disampingya
“ Dari kata semester enam” ucap
Putra santai
“ Nih, bakso bakar! Makan” tambah
Putra sembari menaruk mika isi 10 tusuk bakso bakar yang wanginya berhasil
masuk kedalam lubang hidung Isyah
“ Kamu ngikutin aku?" Isyah
masih menyipitkan matanya memperlihatkan kening mengkerutnya
“ Ini rumah ku! Bebas mau kemana aku
berjalan. Jangan gr aku ngikutin kamu” Tegas Putra yang sekarang justru sudah
melahap bakso bakar
“ kamu gak akan kenyang, kalo cuma
negliatin bakso bakar ini” ucap Putra yang memperhatikan Isyah mematung melihat
bakso bakar diatas meja
“ Kamu kadang betul juga” Isyah tersenyum
sembari mengambil 1 tusuk bakso bakar yang masih hangat
“ Eh, bisa tidak kamu sematkan kata
penghormatan. Didepan panggilanku” Putra memandangi jilbab syari Isyah yang
dimainkan angin
“ Gimana maksud mu tuh!” Isyah
meniup bakso bakarnya yang cukup panas
“ lihat KTP ku baik-baik, perhatikan tahunnya”
Putra memberikan KTP miliknya pada Isyah
“ 1994? Terus gimana Muhammad Hamaam Saputra?”
Isyah untuk pertama kalinya mengetahui kepanjangan Putra
“ Aku lebih
tua dari kamu, jadi sematkan kata kakak atau abang ketika memanggil” Kata Putra
dengan mengambil kembali bakso bakar
“ kagok!
Soalnya kamu ngeselin” Ucap Isyah
“ Eh, kamu
peka gak sih?” tambah Isyah yang nada bicaranya serius
“ Peka apa? Telinga atau rasa?” Putra mengekspresikan diri yang bingung
dengan kalimat Isyah
“ Peka rasa! Nissa itu ada rasa loh
sama kamu. Coba deh peka” kata Isyah seperti bersemangat ingin sahabatnya Isyah
menjadi menantu Bu Ulan yang baik padanya dan ketiga sahabatnya
“ Masih pake kode? Aku gak peka
gituan” Putra memangku kaki kirinya diatas lutut kanannya
“Wanita
memiliki seribu kode dan pria adalah mahluk yang sulit peka” ucap Isyah serius
pada Putra “masalahnya adalah kamu salah satu jenis yang tidak peka, jadi biar
kuajari kamu memahami hal itu.
“Gak perlu!
Itu gak penting!” Putra menengok Isyah yang kepayahan menahan angin memainkan
jilbabnya “ini sedikit solusi dari problem mu dari aku teman mu” Ucap
Putra
Isyah
beberapa detik memandang Putra dengan rambut gondong yang ia uraikan, nampak
sedikit acak-acakan dimainkan angin yang ada ditaman itu. Telinganya siap menerima
masukan itu, entah rasanya Putra sedang diposisi serius.
“ Syah Jika
dana tak mampu mendukung mu dalam pendidikan, buat seseorang mempertahankan
dirimu di kampus dengan karya mu!. Prinsip itu berlaku dimana saja, tentunya
dengan kemampuan mu juga.” Putra berubah menjadi seperti kakak yang menasehati
adiknya. Isyah terdiam mendengarkan setiap kalimat yang muncul dari bibir
lelaki berdarah palembang itu. Sosoknya kali ini sedikit terlihat bijak dimata
Isyah.
BAB 7 MATA DAN HATI
YANG HARUS BEKERJA DENGAN BAIK
Rutinitas bangun tidur yang tak
pernah ia hilangkan adalah berdiam diri dengan mata memandang atap-atap kamar,
Isyah selalu menyebutnya olahraga mata dan pemanasan sebelum bangkit memulai
aktifitas. Kepalanya sedikit pusing mungkin efek semalam perjalanan pulang dari
rumah bu Ulan yang ditemani rintik hujan.
“Hah....! semalem?” Isyah
memiringkan badannya kekanan menemukan jaket hitam saksi cerita kejadian
semalam, persis seperti memutar kembali film ia menatap jaket yang ditarunya
diatas kursi belajarnya
“ Kenapa sikap Nissa jadi dingin?
Apa dia cemburu? Ah, masa cemburu sama aku yang gak ada setengahnya dari cantik dia. Nissa
manusia lemah lembut itu gampang banget jadi baperan” Isyah mengacak-ngacak
rambutnya, lamunanya justru semakin dalam saat memandang jaket yang terletak di
kursi belajarnya
Malam itu usai shalat magrib jamaah
di musholah keluarga bu Ulan, memang Isyah dan teman-temanya bersiap untuk
pulang. Tugas yang memerlukan bantuan bu Ulan juga sudah selesai, bantu-bantu
jadi bagian konsumi dalam acara dadakan Putra bahkan sudah selesai. Sikap
dingin Nissa mulai terlihat dimata Isyah. Seperti ada jarak, atau ada sesuatu
yang membuat Nissa agak aneh menurut tingkat kepekaan Isyah sebagai sahabatnya.
Dengan kening yang diurutnya pelan “
Niss, kamu yang bawa motor ya” Isyah memberikan kunci motornya pada Nissa
“ Sama Nana ajah, nanti aku sama
Tika” Nissa tak menatap Isyah, matanya fokus memainkan Hanphonenhya
“ Ibu khawatir masa anak-anak gadis pulang
malam gini, sudah nginep ajah. Nanti biar ibu telpon orang tua kalian” Tawar Bu
Ulan merasa khawatir dengan keempat mahasiswi cantik
“ Terimakasih bu, kayaknya malah gak
enak kalo kita semua nginep. Kita hati-hati dijalannya bu, pelan-pelan kok” Nissa
mencoba menyakinkan bu Ulan
“ Iya bu, kita mau pake jurus
berkendara alon-alon penting kelakon” nada jawa dari Tika berhasil membuat
Dimas tersenyum
“ Diantar saja yo dek, biar kalian aman”
raja gombal itu kini membuat hati Tika kembang kempis karena perhatiannya,
siapa lagi kalo bukan Dimas
“ Eh, jangan nanti malah dikira kita
main. Emak aku, orangnya galak. Nanti bisa panjang urusan” Isyah menolak Dimas
yang menawarkan diri akan mengantar mereka
“ Mau Pulang atau mau ngbrol!” Putra
sudah duduk diatas motornya
“ Itu orang mau nganter? Lah
gimana kan kita orang empat, malem-malem goncengan apa kata tentangga? Gimana
respon emak?” Isyah sudah parno dengan semua khayalanya
“ Kita berdua gak nganter, ini Cuma
ngawal kalian sampe tujuan” Putra seperti membaca ekspresi wajah Isyah yang
sedang parno
“ Nah Bunda lebih tenang kalo
dikawal gitu, Dimas juga ikut ngawal di belakang” Bu Ulan meminta Dimas
mengawal keempat gadis itu
“ Kak Sastra kemana? Eh, kak Dani
maksdunya” Isyah menanyakan keberadaan Dani yang memang dari tadi sore ia tak
melihatnya
“ Tadi Pulang katanya mau kerumah
dosen dulu takut kesorean” Syilla memberikan penjelasan
Tin...!!! telakson motor Putra
mempercepat langkah mereka untuk naik motor masing-masing “ Semakin lama,
semakin malam!” wajah datarnya membuat Isyah ingin menimpuk dengan sepatu yang
dikenakanya
Pelan tapi pasti jalan yang baru
diguyur hujan itu dilintasi keempat motor dengan laju yang santai, lampu-lampu
jalan menerangi perjalanan mereka. Dingin malam menusuk setiap kulit anak
manusia yang sedang melintas di malam dengan rintik hujan yang cukup membuat
helm mereka berembun.
“ Isyah..!!!” Nana mendekat pada
kesebelah kanan Isyah tangnya kini sudah masuk kesaku jaket Isyah
“ Apa!” Isyah teriak
“Nissa kenapa minta tukeran gini,
wkwkwk mukanya aneh tadi” Nana tertawa kecil, membuat Isyah berpikir yang tak
menentu tentang Nissa
“ Kasian sama Tika bawa kamu
gendut!!!” Isyah tertawa dengan perasaan menganjal karena perubahan Nissa
Putra dengan motor honda VT1100 si
motor klasik yang memimpin perjalanan pulang keempat gadis itu sesekali meliat
sepionnya hanya untuk memastikan mereka aman, padahal dibelakang sudah ada
Dimas yang iku mengawal rasanya perhatian Putra terlalu kentara dipandangan
keempat gadis itu.
“ Na.. gantian bawa motor ya” Tambah
Isyah yang langsung menghidupkan lampu sen kirinya untuk sebentar gantian
posisi dengan Nana, karena email yang di buka Isyah tadi sore meninggalkan
sakit kepala ditambah rintik hujan membuatnya sedikit menyerah mengendarai
Black. Ia hanya takut terjadi kecelakaan karena memaksakan diri
“ Kenapa girls?” Tika ikut
menepikan motornya diikuti Dimas yang melihat mereka menepi
“ Ngantuk! Gak fokus nyetir” Ucap
Isyah setengah menutupi rasa pusing dikepalanya
“ Dasar senior rebahan!” Tika
tertawa sendiri tanpa mendapatkan perhatiaan Nissa yang memang sudah
menampakkan sikap anehnya sejak sore hari sampai sekarang pun belum Isyah
temukan apa penyebabnya
“ Ntar dulu Na!” Isyah melepas jaketnya
“ Pake, dingin tau! Kan kamu nyetir jadi harus nyaman” Isyah memberikan jaket
Cream pada Nana
“ Gak cukuplah! Kan body kita beda”
Nana menyadari bodnya sedikit berisi dari pada Isyah yang termasuk kategori
kurus dengan bb 50 Kg
“ Gaklah, ini jaketnya L jadi muat
sama badan mu. Pake! Tuh liat si manusia itu balik kesini” Isyah buru-buru naik
motor karena melihat Putra yang berbalik arah menghampiri mereka, takut
jika akan Putra yang memburu-buru mereka
dengan telakson motornya.
“ Kenapa?” Tanya Putra yang turun
dari motornya
“ Gak papa! Tukeran posisi” Jawab
Isyah cepat
“ Kenapa?” tanya Putra kembali
“ Kenapa apaan!?” Isyah bingung
dengan pertanyaan kenapa untuk kedua kalinya
“ Jaket dilepas gitu, ini gerimis
bodoh!” ucap Putra yang menunjuk jaket ditangan Isyah
“ Biar kerasa gerimisnya!” sentak
Isyah yang tak suka dengan kata bodoh diutarakan padanya
Mereka melanjutkan perjalanan, kini
Isyah sudah duduk dibelakang. Dingin angin malam makin merasuk kedalam kulit. Beberapa
kali Isyah tak nyaman dengan jilbab bagian belakang yang ditiup angin cukup
kencang, jaket yang diberikannya pada Nana seharusnya mampu menahan dingin hari
ini. tapi rasanya lebih kasian jika Nana yang berada didepan tak mengenakan
jaket, mengigat angin akan makin terasa kencang jika kita mengendarai motor
duduk didepan.
Lalu lalang kendaraan lain sesekali
memberikan cipratan kecil pada mereka, bekas hujan sore tadi rupanya masih
mengenang di jalan. Isyah makin membungkukan tubuhnya, merapatkan peluknya pada
Nana.
“ Lambat banget sih Na! Ngantuk aku
dibelakang” kaca helm itu dibuka Isyah, ia membiarkan rintik hujan membasahi
wajahnya
“ Kau nih! Diam lah! Penting sampai
rumah” Sentak Nana pada Isyah yang tak ingin konsentrasi berkendaranya buyar
Tin.. tin..!! “ Hoy! Baju nerawang!”
Motor Tika kini lebih dekat dengan motor yang dikendarai Nana dan Isyah
“ Hah! Apaan?” Isyah mencoba
menangkap maksud teriakan Tika
“ Nerawang! Ba..ju kamu
ne..ra..wang!” Tika dengan susah payah menggerakkan mulutnya memperjelas kata
nerawang pada Isyah
“ YaAllah masa iya!” Isyah menarik
jilbab syar’i kebelakang tubuhnya,
memengangi ujung jilbab agar tak dikibaskan angin.
“ Bentuk nerawang baju aku gimana
sih? Apa kayak ibu-ibu yang pas hujan terus pakaian dalamnya kelihatan. His,
keenakan cowok-cowok donk! Ini mah sama ajah macing kucing garong.” Isyah
menoleh kebelakang memperhatikan Dimas dan Putra yang mengawal mereka, hatinya
berseteru dengan kalimat nerawang yang diteriaki Tika tadi. Dengan posisi tak
nyaman ia terus memengangi jilbab agar mampu menutupi baju tipisnya, walau si
angin jail malam ini terus meniup-niup jilbabnya. Sebenarnya sumber utama
solusi hari ini karena jaket yang seharusnya ada ditubuhnya kini harus ada
ditubuh Nana.
Tin..! telakson yang dibunyikan
sekali itu langsung membuat Isyah dan Nana menoleh kesebelah kanan, lelaki itu
melemparkan sesuatu yang membuat keduanya kaget.
“ Apa itu Syah!” Nana juga yang
melihat sekilas benda yang dilemparkan kearah mereka
“ Pa-ke! Jangan buat orang menghayal!”
teriak Putra menatap Isyah beberapa detik kemudian mendahuli kendaraan
mereka
“ Menghayal apa!?” Nana justru
bertanya kembali pada Isyah yang sama-sama bingung
“ Hah!” Kali ini Isyah sudah loncat
dari kasurnya dan langsung menggapai jaket yang ditaruhnya di kursi belajar
“Baju nerawang! sama menghayal!?. Astagfirullah... baru maksud aku. Apa gamis
yang malem nerawang? Eh, yaiyalah walau gerimis gitu lama-lama ya basah juga!
dan aku gak pake jaket terus si manusia itu dan Dimas dibelakang, YaRabbi, bisa
jadi pikiran mereka berkenala. Ih,
nauzubillah!” Isyah berspekulasi dengan semua kejadian semalam
“ Teteh! Nanti aku ikut konvoi sama pacar mu
itu ya, bolehlah muka teteh pas-pasan bisa dapet cowok keren kayak kak Putra”
Oceh Hasan yang memakai seragam putih abu-abu yang hanya menampakkan kepalanya
dibalik pintu kamar Isyah, Putra dan Dimas mengiringi keempat gadis itu sampai
rumah Isyah bahkan mereka berdua sempat ikut masuk kedalam dan mengbrol dengan
kedua orang tua Isyah
“ Sembarangan!!” Isyah melempar
jaket yang dipegangnya kewajah Hasan “Muka natural penuh kearifan lokal gini,
dibilang pas-pas-an! Menghina Allah kamu DEK!” Isyah mengibaskan rambutnya yang
masih berantakan karena bangun tidur
“ Dia bukan pacar teteh!” Tambah
Isyah “
“ Gak menghina, tapi coba. Pake make-up kayak Kak
Nissa biar anggun dikit gitu. kan bisa gebet pria-pria semalam.” Hasan terkekeh
kecil menggoda kakaknya
Mendengar kata Nissa, Isyah perlu meminta
kejelasan tentang sikap Nissa yang tiba-tiba jasi cuek bebek kepadanya. Jika tidak,
hati dan pikiranya akan dipenuhi dugaan-dugaan yang tak baik.
Aktifitasnya kini berjalan normal,
Black kembali menemani Isyah kemanapun ia pergi. Perkiraannya saat menyalip
kendaraan lebih matang, mengotak ngatik gigi untuk laju motor yang nyaman. Helm
bertuliskan im muslimah, sarung tangan kain warna hijau, tubuh yang
dilapisi jaket dan tas maroon gendongan yang mengendarai motor bebek jadul
bewarna hitam dengan beberapa modifikasi list warna merah nampak begitu hafal
dengan jalan utama menuju kampusnya.
Black, Isyah tinggalkan dalam keramaian di
parkiran yang memang sering digunakan untuk beberapa mahasiswa bercengkrama
atau menunggu seseorang. Matanya memandangi gedung-gedung fakultas yang nampak
gagah, melihat berbagai macam ekspresi mahasiswa yang lalu lalang dengan
kesibukanya masing-masing. Isyah menyusuru lorong kampus dengan Hati dan
pikiran ia coba kuasai meski penuh
dengan beban-beban yang muncul secara bersamaan. Email dari bagian administrasi
yang membuatnya migran, kerjaan yang tertumpuk karena fokus mengerjakan tugas
kampus, dan Nissa yang perlu ia minta
kejelasan karena sikapnya yang dirasa Isyah ada masalah.
“ Assalammualikum...” isyah langsung
menghampiri ketiga sahabatnya
“ Walaikumsalam...” jawab ketiganya
kompak
“ Malem kalian kok langsung pada
pulang?” Tatpan Isyah justru menatap Nissa yang terlihat pura-pura sibuk dengan
ponselnya
“ Apaan kamu ajah tidur, pas aku
lihat kekamar” Tika memanyunka bibirnya
“ Lah, kan aku kira kalian ngbrol
sama Putra dan Dimas. Jadi, tak tinggal tidur pas selesai bersih-bersih badan”
Isyah mengeser Nana yang duduk dibangkunya
“ Ist... sempitlah! datang-datang
geser tempat orang. Tadi malam kalo Nissa gak kekeh ngajak pulang, aku juga mau
nyusul kau tidur. Dia maksa pulang ke kosan terus dia boncengan sama Putra. Kau
taulah mana mungkin BOTI (Bonceng Tiga), jadi Nissa kuhempaskan ke motor si
Putra ” Nana dengan semangat menceritakan kejadian semalam
“ Coba kamu hempaskan aku ke Dimas,
kan jadi PDKT ku lancar.” Tika mengipas-ngipskan buku pada wajahnya, padahal ac
ruangan kelas ini hidup.
“ AH... cie..! romantis amat kamu
Nis. Rintik hujan berdua gitu diatas kendaraan. Kayak Dylan dan Milea ajah,
tapi jangan pelukan ya! Belum waktunya” Isyah mencoba mencairakan suasana hati
Nissa yang terlihat belum baik dari kemarin sore
“ Apaan sih? Kalo gak dipaksa Nana
juga mana mau. Aku duduk dibelakang dulu ya, mau ada yang mau aku obrolin sama
Dewi” Nissa menarik tas dari mejanya dan meninggalkan ketiga sahabatnya
Ketiganya hanya saling menatap
seolah saling bertanya sikap Nissa yang tak biasannya seperti itu, bahkan saat
meninggalkan mereka tampak wajah Nissa terlihat dingin walau memang ruangan ini
dingin karena Ac. Tapi terlalu sering bersama membuat keempat sahabat ini faham
akan perubahan yang terjadi.
“ PMS kali!” kata Nana menjawab
tatapan Isyah padanya
“ Atau cemburu!” Kalimat Tika
berhasil membuat otak Isyah berpikir tentang kejadian sore kemarin, saat Nissa
menemukan Putra sedang duduk berdua dengan Isyah di taman belakang rumah bu
Ulan.
“ Astagfirullah, iya bisa jadi!
Kemarin dia manggil Putra karena temen-temen anggota club motornya nyariin
Putra. Dan emang, Nissa ketemu Putra lagi sama aku di taman belakang. Duduk
berdua sempet ngbrol sedikit sih, tapi kita duduk numayan jauh orang kehalang
meja terus itu juga gak janjian!. Aku dulu yang di taman itu, terus Putra juga
ke taman yaudah donk ngbrol bentar. Masa iya aku matung diem ajah pas yang
punya rumah datang. Lagi pula yang aku obrolin di taman itu ya menyangkut Nissa”
Isyah menjelakan panjang kali lebar pada Nana dan Tika dengan suara yang
sedikit pelan takut jika teman-teman lain mendengar pembicaraan mereka
“ Fiks! Cemburu buta!” Celetuk Tika
dengan ekspresi hebohnya yang berhasil menarik pandangan Nissa kearahnya
“ Tika! Mulut kau!, nanti dia salah
faham lagi” Nana setengah teriak kepada Tika berharap Tika bersikap biasa saja
“ Duh, apa yang dilihat Nissa jadi
salah arti dihatinya” Isyah langsung melihat kearah Nissa yang duduk dikursi
belakang, terlihat asik mengobrol dengan teman sebangkunya. Tapi Isyah yakin,
itu hanya akal-akalan Nissa agar terlihat sibuk untuk menutupi rasa cemburunya.
“ Cepet jelasin, apa yang dilihat dia emang
gak gitukan?” Nana melihat Isyah dengan raut wajah bingung
“ Iyalah!, lagian apa sih kan Nissa
juga gak ada hubungan spesial sama manusia itu. Masa harus cemburu gak jelas
gini” Ucap Isyah mengaruk kepalanya yang ditutupi jilbab syar’i warna cokelat
“ Isyah maaf ya” Kata Nana memegang
pundak Isyah
“ Maaf kenapa” Isyah bingung
“ Maaf kau bego sih! dimana-mana
kalo orang suka bisa ajah cemburu tanpa sebab! Umur kau berapa sih? Masa
masalah gini gak faham. Kau terakhir suka sama orang kapan?” Nana menekankan
kata bego dengan ekspresi kesal
“ Sa ae kamu Na, aku kira minta maaf
gara-gara apa. Ya seharusnya gak usah pake kode gitu, ngomong kek cemburu. Udah
ah, mau aku jelasin sekarang.” Isyah berdiri menghampiri Nissa yang duduk
dibelakang
“ Eh BOCAH! Nanti lagi jam istirahat
ajah” Tika menarik lenggan Isyah
“ Simpan dulu semangat untuk memberi
penjelasan kepada Nissa yang cemburu buta. Dosen tuh udah datang” Nana menujuk
dosen yang sudah berjalan menuju kelas mereka
Setiap kampus pasti memiliki dosen
yang bersifat seperti lenternir, bedanya secara halus akan mengigatkan masalah
administrasi kepada mahasiswa secara lembut, halus, pelan tapi pasti menyingung
mahasiswa yang bernafas di kampus dibantu Surat Pernyataan atau lebih dikenal
dengan surat sakti. Ya siang ini, dosen cantik lemah lembut dan mempunyai sifat
keibuan ini secara halus memperingati mahasiswa untuk menyelesaikan
administrasi dengan cara yang sudah dihafal Isyah.
“ Ayo sebentar lagi UTS, registrasi
segera diurus.” Ucap Dosen berumur 35 tahun itu dengan gaya khasnya yang
berdiri di tengah-tengah mahasiswa tepatnya kalimat itu muncul 5 menit sebelum
berakhir jam mata kuliah kali ini
“ Administrasinya diseriusin sedikit
ya!, masa sepa-ket da-ta dan sepa-ket pro-duk kecantikan yang buat wajah kalian
glowing bisa direalisasikan. Dan untuk administrasi kampus kalian kesampingkan.
Ibu tau loh paket kecantikan itu gak ada yang dibawah 200 ribu” Tamabah Dosen
cantik itu dengan suara yang lembut namun terasa menyakitkan bagi sebagian
orang
“ Apaan sih bu, kalo tanpa paket
data gimana ngerjain tugas seabrek yang dikit-dikit harus punya referensi
jurnal dan saudara-saudaranya. Lah itu perawatan wajah 200 ribu keatas aku gak
kebeli, mending nyicil semesteran” Jawab Isyah dalam batinya
Dengan begitu seisi kelas akan membuat kalimat
Dosen cantik itu menjadi sebuah humor belaka, walau pada hakikatnya yang
dibicarakan dosen itu juga benar. Bahwa ada beberapa mahiswa yang
mengesampingkan administrasi demi gaya trendi yang mereka ikuti. Tapi tidak
semua, ada segelintir mahasiswa yang dengan perjuangannya harus mampu bertahan
melanjutkan pendidikan yang mereka anggap penting sebagai invistasi masa depan.
Jam kuliah kali ini sedikit kacau,
pikiran Isyah berkelan kedua cabang yang berbeda. Memikirkan Nissa yang salah
faham padanya dan mencari cara menyelesaikan ancaman DO dari pihak kampus
karena administrasinya cukup bermasalah.
“ Apa aku terlalu egois,
melajutkan pendidikan ditengan kurangnya suntikan dana.” Ucap Isyah lirih dengan
pikiranya sendiri
“ Nissa!” akhir jam kuliah yang
sudah dinanti Isyah akhirnya tiba juga
“ Kenapa Syah, aku mau keperpus nih”
Nissa mengemasi buku diatas meja, seperti sudah memabaca maksud Isyah yang
menghampirinya. Nissa ingin bergegas pergi
“ Bentar ajah, ini masalah dunia
akhirat” Isyah dapat menangkap jelas wajah sahabatnya sedang menyembunyikan
rasa kesal, walau menerut Isyah hal itu tak wajar dan terlampau aneh
“ Dunia akhirat apa? Alay banget
kamu” Kata nada datar
Isyah terdiam memperhatikan Nana dan
Tika yang sepertinya sengaja pergi dari ruangan ini, meninggalkan dirinya dan
Nissa untuk memperjelas semuanya.
“ Apa yang kamu gak sesuai dengan
apa yang kamu nyatakan dalam pikiran mu Nis” Isyah duduk disamping Nissa
“ Gimana aku gak jelas pembahasan
mu?” Nissa membuang pandanganya kearah jendela kelas yang terbuka
“ Soal Putra, dan semua yang kamu
lihat dengan persepsi mu, aku deketin Putra. Salah Nis! Aku mana mungkin nikung
orang yang kamu suka” Isyah menatap Nissa serius
“ Apa sih? Kamu kayak dukun sok
nebak-nebak isi pikiranku.” Nissa memperlihatkan wajah kesalnya
“ Ngelak kamu! Aku tau sebelum
kamu jujur” batin Isyah
“ Yaudah apapun itu, aku rasa kamu
dari kemarin agak beda ajah.” Isyah kini menyelidiki gerak gerik Nissa yang
mulai tak nyaman
“ Beda apa? Aku duduk dibelakang
emang ada perlu sama Dewi”
“ Mata, hati dan pikiran kita harus
bekerja dengan baik. Apa yang dilihat sebelum dimasukkan ke hati harus
dipikirin dulu, biar hati kita gak salah menerima yang dilihat” Ucap Isyah
tersenyum pada Nissa yang bersiap meninggalkanya
“ Kamu kenapa sih Syah? Udah ya, aku
mau keperpus dulu” Nissa masih mendengar kalimat Isyah
“ Kamu yang aneh Nis!” batin
Isyah
BAB 8 TAMU YANG
HANYA SINGGAH
Jalan Allah itu kadang lucu, di
hadapkan masalah tapi sepaket dengan sebuah hiburan. Dasar saja manusia penuh
dengan ambisi tanpa sadar beban mereka memang sudah ada jatah yang sesuai
dengan kemampuan setiap indivindu. Hanya tinggal menjalankanya, menikmati
setiap detail ketidak sesuaian dan hambatan-hambatan kecil yang di buat Allah
Swt dengan kepastian setiap hambanya mampu melewati itu.
Gadis berjilbab cokelat itu keluar
dari ruang administrasi, lebih tepatnya ruang yang amat tak nyaman bagi
mahasiswa sejenisnya yang hanya mampu menyodorkan kertas pernyataan kesekian
kalinya. Wajah mahasiswa sejenisnya bukan tak ada malu, bukan pula tak
memikirkan bagaimana jalan keluarnya. Ia hanya mencoba membiasakan diri untuk
seperti itu, keegoisannya yang masih menyukai pendidikan harus melibatkan surat
sakti setiap akan ujian. Dan kadang masuk hanya untuk membawa beberapa lembar
uang yang belum mencukupi untuk mendapatkan cap lunas di setiap kuitansi
pembayaranya.
Langkah kakinya sedikit lemas, entah
karena belum mengisi amunisi siang ini atau seperti ada yang harus ia relakan
untuk perjalan pendidikannya kali ini. bangku taman kampus jadi pilihanya untuk
menetralkan pikiranya yang kurang baik. Mata gadis itu memandangi gedung setiap
fakultas yang ada dihadapanya.Telinga masih mampu mendengar dengan jelas
kebisingan yang ada disekitar, matanya juga masih jelas melihat jenis-jenis
mahasiswa yang melewatinya dari tadi. Isyah melihat Nissa yang keluar dari
ruang perpustakaan ingin rasanya memangil dan membagi kisahnya di ruangan
administrasi tadi, tapi rasanya itu belum waktu yang pas. Nissa masih perlu
memperbaiki hatinya yang salah faham pada kejadian kemarin.
“ Assalammualikum Syah”
Isyah menoleh pada suara yang ia
pastikan adalah lelaki berkacamata dengan rambut cepak, ia mengenalnya bahkan
dari harum farfumnya pun sudah Isyah fahami
“ Walaikumsalam, kak Sastra!” Isyah
tersenyum
“ Dibiasin panggil gitu, tumben
sendiri? Kemana pasukan mu?” Dani duduk ditepi kursi taman, kini hanya tas
mereka yang menjadi penengah
“ Tuh yang 2 pada kekantin, yang 1
keperpus dan aku ada urusan sendiri. Mau nikmatin angin sepoi-sepoi ditaman”
Isyah memainkan alisnya
“ Kebetulan kalo gitu, ada banyak
pembahasan yang kita bahas berdua” Kata Dani membenarkan kacamata yang ada
diatas hidung mancungnya
“ Berdua? Bahas apaan?” Isyah
menatap Dani sekilas lalu segera mengalihkan pandanganya kelain arah
“ Banyak! Tentang masa depan juga”
Kata Dani yang kini lebih serius
“ Kayaknya biar fokus kita bahas
diwarung bakso mang Dadang ajah ya” Tambah Dani
“ Masa depan gimana? “ Isyah
bingung, usia 21 tahun adalah usia cukup dewasa untuk mengartikan masa depan
dan itu amat luas apalagi dibahas dengan lawan jenis seperti ini
“ Yaudah dibahas di warung bakso
ajah biar kamu fokus dengerin kakak”
“ Ini mau jalan atau motoran, tapi
kakak gak bawa motor syah. Dia masuk bengkel, kamu bawa black kan?” tanya Dani
“ Nih.” Isyah dengan mudahnya
menyerahkan kunci motor itu, bagaimana lagi sejujurnya perutnya memang butuh
amunisi apalagi ini ajakan kewarung bakso tak mungkin ditolak begitu saja
Tak perlu waktu lama wajah sumringah
mang Dadang dan bi Acih sudah memandangi pelangaan setianya yaitu Isyah
“ Bi pesen kayak biasanya ya, jangan
lupa ganti mi-nya pake toge dan satu porsi bakso normal ya” Isyah mengahampiri
bi Acih yang sedang mengelap meja dan sesekali mengoda mang Dadang yang sibuk
dengan bakso-bakso di panci besar itu
“ Bakso normal nu kumaha neng” Ucap
mang Dadang yang pura-pura tidak memahami maksud Isyah
“ Mamang! Apa mau Isyah tinju perut
buncit mamang” Ucap Isyah yang sedang bercanda
“ Masyaallah neng jangan galak!
Ngeri nanti cowok pada kabur semua” kini mang Dadang mengampiri meja Isyah dan
Dani, membawa 2 mangkok porsi bakso yang berbeda
“Makasih mang” Dani tersenyum pada
mang Dadang
Dani merasa heran dengan porsi makan
Isyah yang berbeda dengan bakso normal, sepeti bakso dan mi. Di mangkok bakso
Isyah justru toge dan bakso dengan kuah yang dikategorikan sedikit sangat
berbeda dengan bakso biasa yang ia lihat.
“ Kamu calon ibu yang baik Syah” Dani
selalu mengantung kalimatnya membuat Isyah melongo mendengar kalimat yang
keluar dari pria berkacamata itu
“ Apa lagi ini? tadi masa depan
sekarang calon Ibu? Anak sastra ini mau ngomong apa sih!” Isyah menatap
Dani penuh tanda tanya akan ucapanya dari mulai ditaman kampus sampai di warung
mang Dadang
“ Calon ibu yang baik karena makan
bakso dengan toge segitu banyaknya, kamu kayak lagi program buat dapetin anak
ajah” Dani tertawa melihat Isyah yang melahap maksonya
“ Hem..” Isyah berdeham “Jadi mau
bahas apa?” tambah Isyah yang sedari tadi sudah penasaran
“ Rencana masa depan yang cerah “
Dani terlihat terlalu alay diusainya yang hampir masuk umur 25 tahun
Isyah mengkerutkan kening
“ Aku lanjut S2 Syah, masih dikota
kita! kota Palembang. Aku ngambil beasiswa yang ditawarkan dosen, kamu tau kan
aku gini-gini juga gigih dalam menciptakan karya walau hanya sebuah buku
nyatanya aku dapat dukungan dari itu. Sombong sedikit aku numayan cerdik
ngambil langkah melajutkan S2, aku terima! Tentu dengan segala resiko yang
harus kutanggung. Membagi waktu seefektif mungkin antara pendidikan dengan
menghasilkan uang.” Dani seperti menularkan semangatnya pada Isyah
“ MasyaAllah kece badai.. keren lah,
gak sangka nanti desa kita ada calon doctor walau masih lama juga untuk
proses itu hihihi.” Isyah mengacungkan 2 jempol tanda bangga kepada
teman-nya
“ Dasar Aisyah! Aku kira bahas
masa depan apa, ternyata masa depannya” Isyah terkekeh dengan prasangka
baper yang sudah menguasainya
“ Oke lanjut ya membahas masa depan
ini akan panjang Syah, dan aku butuh bantuanmu” Dani menyingkirkan mangkuk
bakso yang sudah habis ia lahap agar menjauh dari tanganya
“ Apa yang bisa dibantu?” Isyah
mulai serius
“ Kamu tau Syah? Buku yang aku garap
tentang sejarah beberapa desa dari kecamatan OKI, kamu juga...” Dani
menghentikan kalimatnya dan mengakat telponnya yang bunyi diatas meja “Bentar
Syah” Dani mengakat telpon itu
Isyah tak jelas mendengar siapa
penelpon itu, ia hanya mendengar jawaban-jawaban dari mulut Dani
“ Gak usah di cafe, kewarung bakso
ajah. Gue disini lagi makan”
“ Warung bakso yang waktu itu, deket
kampus!”
“ Gue berdua!”
“ Gak pacaran, dia bukan type cewek
yang mau diajak pacaran” Dani terkekeh
dan hanya menatap Isyah sekilas
Isyah merasa Dani dan penelpon itu
sedang membicarakannya
“ yoi! Gue tunggu” Dani menyudahi
pembicaraan dengan si penelpon
“ ini baru jam 2 siang kenapa
terlihat mendung” Isyah justru memperhatikan kondisi cuaca
“ Mendung bukan berarti hujan.
Lagian kita di dalam gak diluar” jawab Dani
“ Aku bantu apa buat masa depan kak
sastra hah!?” Isyah mengambalikan objek pembicaraan mereka keawal
“ Masa depan kita!” Dani meralat
kalimat yang keluar dari mulut Isyah
“ Kok kita?” Isyah mengkerutkan
dahinya
“ Karena kamu akan terlibat juga,
buku yang berhasil sampai bisa jadi jalan lanjut S2 dengan beasiswa tentunya.
Itu buku yang kakak garap tentang sejarah 14 desa di kecamatan Ogan Komering
Ilir. 1 tahun kakak garap itu, itu juga kamu bantu mencari data-data yang
akurat kan walau kakak tau kamu sebenarnya agak sibuk tapi makasih lah selalu
bantu. Buku diakui pemerintah kecamatan dek, mereka memfasilitasi kuliah kakak
sampai tuntas di jenjang pendidikan S2. Dan satu target proyek numayan besar,
kita akan bahas sejarah kabupaten ini” Jelas Dani dengan panjang lebar
“ Aku terlibat? Kita yang bahas?”
Isyah menampakkan raut wajah bingungnya
“ Ini saling menguntungkan Syah, aku
bisa menyelsaikan proyek ini dan kamu bisa dapat tambahan. Pemerintah Kecamatan
sudah mengapresiasi karya kita, jadi tenang ini pasti menguntungkan jika
dikerjakan dengan serius dan tuntas tentunya!.” Jelas Dani
“Menguntungkan! mungkin ada beberapa uang tambahan untuk bayar
semester, lets go ambil kerjasama ini” Batin Isyah merasakan semangat Dani,
sosok pria yang memang sudah mengenalkan dunia menulis sejak awal padanya
Lamunan Isyah terlalu dalam sampai
tak menyadari kedatangan seorang pria mengahampiri mereka
“ Ini lagi serius?, gue gangu?” Pria
berambut gondrong sedikit membernarkan rambutnya yang tertiup angin
“ Santai ajah, kita bahas calon
buku” Dani menepuk Pria itu yang sudah duduk kursi sebalah kanannya
Isyah hanya menatap Pria bertubuh
jangkung itu, tanpa mengeluarkan sapaan ramahnya
“ Kirain bahas calon anak” Ucap pria
itu sembari terkekeh kecil dengan kalimatnya
Isyah menatap tajam pria pemiliki
hidung seperti perosotan anak TK, jauh dengan miliknya yang bisa dikategorikan
pesek jika disandingkan dengan pria itu
“Kenapa!?” nada ketus pria itu
berhasil bertemu dengan tatapan Isyah yang tajam
“ Apa!?” Isyah justru bertanya balik
dengan nada ketus “ Dasar manusia pengacau! Sahabat ku salah faham gara-gara
kamu!” Batin Isyah sembari memutar bola matanya yang terlihat malas melanjutkan
pembahasan dengan pria yang beberapa kali membuatnya kesal
“ Bahas calon anak, anak dia sudah
banyak di PAUD” Dani tersenyum pada Isyah
“ Dia bunda Paud?” dengan nada
mengejek dari mulut pria pemilik rambut gondrong itu
“ Kenapa dengan nada suara mu!
PUTRA!” Isyah kembali menatap tajam pria itu
“
Sisipkan panggilan tanda hormat pada yang lebih tua,bunda!” Pria pemilik
nama Putra itu meminta Isyah menghargai usianya
“ Hem” Isyah hanya berdeham dengan
padangan pada jus alpukat miliknya
“ kalian ini kenapa jadi saling
judes gini, kamu pesan apa Put?” tanya Dani menengahi pembicaraan mereka
“ Jus Alpukat saja ” ucap Putra
Dani meninggalkan mereka berdua,
pergi memesan jus alpukat untuk temanya
“ Bagaimana kabar jaket ku?” Putra
memecahkan hening antara mereka berdua
“ Dirumah, aman! Gak ku jual, tenang
ajah!. Aku lupa bawa kekampus karena tadi masih dijemuran, lagian kamu juga
bukan anak kampus sini. Jadi kukira gak bakal ketemu. Besok aku pulangin” kata
Isyah panjang lebar
“ Kukira kamu jual.” Putra terjeda
sembari mengambil segelas jus alpukat didepan Isyah yang terlihat masih penuh
“ Heh, itu punya aku!” Isyah kaget
saat jus alpukat miliknya sudah berpindah tempat dan langsung diseruput Putra
“ Tuh gantinya” Putra menunjuk Dani
yang membawa segelas jus alpukat
Dani yang tanpa diintruksi langsung
memberikan jus alpukat pada Isyah
“ Besok bener jadi?” tanya Dani pada
Putra
“ Jadi!” Jawab Putra
“ Yakin? Sejauh ini dan balik lagi? Ortu gimana?” Dani terjeda melihat mimik
temanya sekilas
“ Yakin lah planing udah mateng! Bunda setuju
karena gue yakinin seyakin-yakinnya lagian bentar lagi juga pensiun bisa ikut
gue disana. Ayah, gak mungkin bilang iya secara nyata, beliau kan udah
tenang mana mungkin gue datang kekuburan minta jawaban” jawab Putra dengan
kedua tangan yang megang pundak dan tatapan kearah langit-langit warung bakso
mang dadang
“ Gila lo! Gak kekuburan juga kali”
Dani terkekeh sama seperti Isyah yang mendengarkan percakapan mereka
Pertanyaan Isyah dan ketiga
sahabatnya mengenai keberadaan ayah Putra, ternyata sesuai perkiraan yang
mereka buat sendiri bahwa ayah Putra memang sudah meinggal
“ Anak-anak kemarin kayak gak setuju
sama keputusan lo Put!, itu si Dinda juga baru sebulan deket masa mau LDR?
Tambah Dani seperti penuh dengan tanda tanya yang perlu kejelasan Putra
“ udah gue serahin Dimas, lagian
bisa ketemu juga walau gak nentu waktunya. Dinda bates temen! Gak lebih, kalo
lebih dia ajah yang terlalu ngarep” Putra terlihat makin menikmati udara sore
yang mulai mengirim angin kedalam ruangan itu
“ Tiap kuliah dianter, lo bilang
bates temen? Anak orang dimainin. Parah lo Put” Dani geleng-geleng kepala
mendengar jawaban Putra
“ Gue gak mainin, niat baik ajah
ngater dia kuliah. Mamanya Dinda sahabat Bunda, jadi menghargai ajah pas minta tolong
anterin anaknya. Lagian gak tiap hari.” Putra makin menikmati angin sore,
punggungnya makin nyaman bersender pada kursi kayu
Isyah seperti diacuhkan keduanya, ia
hanya menatapa kedua pria itu bergantian dan masih memberikan penilaian kepada
sikap Putra yang jauh dari kata cuek saat kumpul dengan sahabatnya Dani.
Obrolan mereka membuat tingkat kepo Isyah meningkat, tentang objek pembicaraan mereka
yang langsung membahas pembicaraan pada inti dan tak mengawali dengan cerita
yang sebenarnya.
“ Nyatanya bisa ngomong panjang
lebar juga, kenapa kalo deket aku dan temen-temen dia jarangan ngomong. Bisa
sih paling sekata dua kata, hemat banget ngeluarin kata-kata” Isyah kini
berspekulasi dengan dirinya sendiri dengan telinga yang masih fokus
mendengarkan mereka
“ Tindakan lo itu bisa buat anak
cewek ngeluarin penyakit baper, harusnya kalo gak siap tanggung jawab nyembuhin
penyakit baper cewek-cewek ya jaga jarak” Dani mengeluarkan sisi ilmu pondoknya
pada Putra
Isyah terkekeh kecil namun masih
bisa didengar kedua pria itu
“ Tuh itu, tanda-tanda yang suka
baper” Dani menujuk Isyah
“ kodrat cewek kali kak!” Isyah
membela diri
“ Jadi, pas aku ngasih jaket. Kamu
baper?” Tanya Putra yang menurunkan kedua tanganya yang sedari tadi menahan
bagian belakang kepalanya
“ Ya enggaklah, kamu ngasihin jaket
sambil bilang BODOH ke aku. Kayak sok pinter ajah!” Isyah mengingat Putra yang
meneriakinya dengan kalimat bodoh dibawah rintik hujan kemarin
“ Baguslah, ku kira kamu baper”
Putra menahan tawanya yang ingin lepas ketika diprotes Isyah dengan teriakan
bodoh pada Isyah
“ Ah, udahlah mau pulang aku. Udah
sore!” Isyah bersiap menarik tasnya
“ Nanti dulu Syah, pembahasannya ada
yang lebih penting. Ini bahas masa depan kamu” Dani menahan Isyah yang sudah
bersiap pergi
Kalimat masa depan berhasil membuat
Isyah duduk kembali termasuk Putra seperti tertarik dengan pembahasan itu
“ Apa? Aku kayak obat nyamuk di
hadapan kalian. Kalian berdua ngbrol dengan objek pembicaraan yang gak aku
faham.” Isyah seperti mengutarakan rasa kesalnya yang tak diajak bicara oleh
keduanya
Kedua Pria itu tertawa bersaamaan,
membuat Isyah semakin kesal lagi
“ Gue lupa ada manusia selain kita
Dan!” Ucap Putra masih tertawa melihat Isyah
“ Maaf Syah, kita yang lagi
perpisahan ini” Dani masih dengan tawa yang berusaha ia hentikan
Isyah hanya mengekrutkan jidatnya
mendengar kata perpisahan dari mulut Dani
“ Wajah jangan digituin! Nih aku
kasih info soal masa depan kamu dikampus.” Menyodorkan formulir pendaftaran
Dani memperhatikan ekspresi Isyah yang membaca formulir itu
“ Lomba Karya Ilmiah?” raut wajah
isyah datar
“ Ini bukan bidang aku.” Isyah
mengembalikan kertas formulir itu kepada Dani, sebelumnya Isyah tau informasi
itu di grup kelasnya tapi ia mengacuhkannya
“ Coba dulu baru bilang gitu!” Putra
langsung menyambar kalimat Isyah
“ Iya coba ajah dek, kita bantu deh!
Itu temanya tentang dampak kurikulum 2013 terhadap SDM dalam lingkungan
Pendidikan. Pas sama jurusan mu” Dani mencoba menyakinkan Isyah
“ Kita yang lo maksud siapa? Gue
jurusan teknik informatika tau apa soal kurikulum!” Putra mengkerutkan keningnya
“ Udah, pertimbangin dulu ajah
Syah!.” Dani menyakinkan kembali Isyah “Eh oncom!, kasih semangat untuk anak
yang lagi ngejar pendidikan.” Dani setengah teriak pada Putra
“ Itu beda, aku kan sering nulis
artikel dari pada karya ilmiah yang pasti butuh data akurat dan referensi
seabrek” ucap Isyah setengah memperlihatkan kebimbanganya karena makalah tugas
dari dosen harus punya referensi minimal 15 sumber buku atau jurnal dan itu
membuat Isyah merasakan beban apalagi karya ilmiah yang pasti lebih dari itu.
“ Karya ilmiah itu butuh sebuah
solusi yang kamu tawarkan Syah. Jadi kuncinya fahami kata kunci kurikulum 2013
itu terus solusi yang kamu tawarkan itu gimana” Dani kembali menjelaskan
“ Heh!, inget kalimat aku pas
ditaman” ucapan Putra membuat Dani kaget
“ lah kalian ngapain ditaman?” Dani
terlihat penasaran sedangkan Isyah mencoba memutar kembali ingatanya tentang
kalimat Putra
““ Syah Jika dana tak mampu
mendukung mu dalam pendidikan, buat seseorang mempertahankan dirimu di kampus
dengan karya mu!. Prinsip itu berlaku dimana saja, tentunya dengan kemampuan mu
juga.” Kata-kata Putra berputar dalam ingatan Isyah
“ Kalimat kamu gantung! Maksud
seseorang mempertahankan aku dikampus itu siapa?” dengan polosnya Isyah
langsung mengungkapkan rasa bingungnya
“ Ya siapa ajah, dosen mu atau
bahkan rektor mu! Dipertahankan karena prestasi mu, jadi gak mungkin main
diusir dari kampus kalo kamu ada sumbangsih untuk kampus.” Badan Putra sedikit
condong kedepan melepaskan senderannya yang nyaman dikursi kayu itu
“ Oke sekarang aku yang bingung
dengan objek pembicaraan kalian, ah gak penting juga. Yang penting kamu ikutin
kompetensi ini Syah” Dani kembali menawarkan Isyah untuk mengikuti lomba ini
Isyah tertawa diikuti Putra, mereka
baru sadar jika Dani memang tak mengetahui pembahasan mereka kali ini
“ Hem..”Isyah berdeham masih ragu,
namun sedikit banyak ia sedang mengkonsep tema lomba tadi
Isyah tersenyum lebar memperlihatkan
gigi ginsulnya, membuat Dani dan Putra bingung mengartikan senyum itu tiba-tiba
“ Putra.. eh salah!, Bang...! Kak...!
Mas..! Putra pinjam ponsel kamu donk” Isyah memborong semua panggilan untuk
Putra, putra dibuat bingung dengan perilaku Isyah sedangkan Dani tertawa kecil
mendengar semua sebutan yang diucapkan Isyah secara bersamaan
“ Buat apa?” tanya Putra yang pasti
masih bingung
“ Udah pinjem bentar, pelit kuburan
mu sempit” Isyah seakan memaksa Putra “pola hp sekalian buka” tambah Isyah
Dengan rasa masih bingung tapi entah
justru Putra menurut begitu saja memberikan ponsel pintarnya yang sudah dibuka
pola-nya. Dani dan Putra hanya memperhatikan Isyah mengotak-ngatik hanphone
miliknya dan milik Putra. Persis seperti memasukkan nomor, terlihat dari angka
yang diketik Isyah.
“ Hhihi.. oke nih makasih” Isyah
mengembalikan ponsel Putra
“ Udah Sore, yuk pulang” Dani mengajak kedua
insan yang masih dengan tatap bingung dari wajah putra dan isyah yang
sengigisan setelah memainkan ponsel putra
BAB 9 MENYUSURI
JALAN KENANGAN
Layar netbook bewarna merah
masih terus menyala, membiarkandetik jam berputar. Hening terasa hanya ada
suara dari kyeboard yang bunyi dengan jeda beberapa kali, suara jangkrik dan
decakan dari cicak menghilangkan malam yang cukup hening itu. Wanita dengan
rambut sebahu itu hanya terus berkutik dengan beberapa buku tebal dan neetbook
yang sejak 2 jam lalu sudah mendapatkan perhatianya.
“ Kok pening juga, ya” umpatnya
Matanya menatap layar netbook yang
menampilkan deretan aksara pada Microsoft Office Word 2007 yang sedang
dibukanya
“ Tuhkan! Ini mah bukan bidang aku”
Isyah hanya berbicara dengan benda mati didepanya
“ Butuh diskusi mungkin, biar ngalir
idenya” Isyah mencari benda pipih serba guna itu diatas kasurnya
Mencari nama Nissa yang ia yakini
lebih banyak memberikan informasi yang ia butuhkan.
“ Nissa!” Isyah tersenyum
saat telponya diangat Nissa
“ Walaikumsalam, Kenapa?”
Nissa dengan nada juteknya masih menampakkan cemburu pada Isyah
“ Eh, Assalammualikum. Sibuk gak?
Diskusi bentar yuk. Aku kan ikut lomba karya ilmiah, coba deh kita kupas
kurikulum secara rinci. Butuh masukan ide nih!” Isyah mengutarakan maksud
hatinya panjang lebar
“ Sibuk Syah, aku masih garap
makalah” Jawab Nissa singkat namun mampu membuat Isyah menyimpulkan memang
Nissa sedang di fase cemburu padanya
“ Oh, iya udah Niss. Aku matiin
ya telponya” Nada kecewa Isyah mengakhiri telpon itu
Isyah melemparkan benda pipih itu
kembali kekasur, menarik kembali neetbook-nya di meja belajar itu bukan Microsoft
Office Word 2007 yang ia buka melainkan sebuah blog pribadi tempat ia
mencurahkan rasanya.
“ Rabu 13 Mei 2020,Tentang Mei
yang rumit” Isyah memberi judul pada bloknya kali ini “ Semua itu harus
imbang, antara mata untuk melihat, hati untuk merasakan, dan pikiran yang
menyimpulkan semuanya. Ada rasa boleh, siapa pun dia gak berhak melarang tapi
kalo gak bisa ngimbangin ya harusnya sadar donk bakal ada pihak yang dirugikan.
Siapa yang dirugikan? Ya tentunya kamu yang merasa tanpa pernah dirasa olehnya.
Segala persepsi tentangnya bisa salah arti dimata mu karena dia yang kau tuju
tak faham dengan rasa mu. Jadi sebenarnya yang salah adalah kamu yang tak menyeimbanginya.”
Catatan kecil dalam blog pribadinya menggambarkan posisinya yang seperti salah
dimata Nissa
Jam berputar begitu cepat
mengantarkan Isyah pasa rasa kantuk, meninggalkan rasa letih dengan sebuah
mimpi panjang. Putaran jam menunjukkan pada waktu tengah malam, menjadi
rutinitas setiap insan untuk meninggalkan aktifitas dan harus menambah energi
dengan tidur.
“Huh, kenapa aku yang kena imbas?”
Isyah dengan segala kesalnya memutuskan pergi kekosan Nana hanya untuk
menumpahkan penatnya
“Aku lagi mulai eror gara-gara
diteror bagian administrasi kampus. Lagi cari cara diakui, biar bisa bertahan
sampai titik akhir. Kata si manusia itu harusnya ada
yang mempertahankan aku dikampus dengan imbalan sumbangsih dari aku? “ tambah
Isyah yang ingin meluapkan kesalnya
“Manusia apa? Eh, siapa?” Nana
memperhatikan Isyah dengan wajah kesalnya
“ Kata Putra pas ditaman belakang
rumahnya, sekaligus sumber Nissa cemburu” kata Isyah yang asik menkmati pemandangan
dari jendela kosan Nana
“ Hoh Putra!, Bener juga sih. hidup
itu hanya soal saling menguntungkan. Kalo kampus merasa diuntungkan dari
keberadaan kau, sebaliknya kau juga dapet keuntungan dari kampus.” Ucap Nana
“Padahalkan aku juga ngasih keuntungan lewat
bayaran spp eh, gak sih udah hampir 3 semester aku ngandelin si surat sakti.”
Isyah tertawa kecil menyadari dirinya memang salah satu mahasiswi yang selalu
melanggar
“ Kau nih!” Nana memukul Isyah
dengan bantal
“Si Nissa kenapa juga ikut eror? Dikampus kan
banyak cowok yang naruh hati sama dia, masa laki-laki rambut godrong dengan
celana sobek dilutut berhasil ngambil hati seorang Nissa yang kalem.” Keluh
Isyah tentang sikap Nissa yang dingin padanya
“ Udah aku bilangkan dia cemburu?”
jawab Nana
“ Ya kenapa sama aku coba? Gak enak
tau Na, dalam hubungan persabahatan konflik cuma karena masalah cowok. Kayak
gak ada cowok lain ajah, siapa juga yang suka sama Putra. Dia manusia ngeselin,
kalo ngomong gak ada lembut-lebutnya walau ganteng tapi sifatnya itu, hiss... ”
Isyah membalikkan pandanganya dari jendela k
“ Emang rasa suka bisa dibatesin?
Harus sama siapa dan gimana orangnya? Terus ya kau tau cemburu itu gak pandang
dia siapa, sekalinya cemburu yang udah” ucap Nana
“Ya.. ya... terserah lah, aku cukup
pusing dengan kampus. Aku butuh referensi buat karya ini.” Isyah memegang buku
catatanya
“ Au ah, aku gak pinter kayak si
Nissa. Tunggu paling bentar lagi datang” Nana sudah begidik malas jika membahas
mata kuliah dia lebih senang jika membahas tentang drakor terbaru dengan tika
“
Tapi aku salut sih sama kamu Syah, jago multitasking!.” Tika yang
sedari tadi sibuk dengan hp-nya langsung menyambar curhatan Isyah
“
Bisa kayak bunglon, nyesuain dirinya cepet banget. Terus jago
berpindah-pindah tempat ujungnya menghasilkan duit wwkkw beda sama aku yang
suka berpindah-pindah tempat Cuma ngabisin duit.” Tambah Tika
“ Pindah tempat dapet duit gimana
maksudnya?” tanya Isyah
“ Maksud Aku, kamu nganter makanan
dapet duit, pergi ke sekolah dapet duit, kayaknya aktifitas dengan si Black
selalu menghasilkan duit ya?” Tika menatap Isyah
“ Gak gitu gak kebeli buku, gak ada
tabungan untuk bayar semesteran dan gak kebeli paket hahaha” Isyah tertawa
dengan rasa yang sebenarnya lelah tapi entah dirinya masih menikmati
perjalanannya ini
“ Pengen deh kayak kamu, biar ada
uang tambahan jajan gitu. Bosen nunggu kiriman ortu kadang lama. Sampe boke
banget baru dikirim” Tika memangku wajahnya
“ Jangan pengen jadi orang lain,
capek ! kalo belum dapet hasil pendapatan, kamu harus hemat Tik” Ucap Isyah
dengan mulut yang menguyah keripik cokelat
“ Ah, aku hanya hidup atas kiriman
orang tua. Kadang aku lupa cara menghemat, karena godaan alat kosmetik dan
kebutuhan fasion yang menuntut” Tika tertawa kecil namun dengan perasaan sadar
bahwa kebiasanya memang sulit untuk menghemat
“ Assalammuaikum..” Nissa dengan
wajah sembabnya langsung masuk kekamar kos milik Nana yang memang sudah
menunggu kedatangan Nissa
“ Walaikumsalam” ketiganya menjawab
dengan tatap bingung melihat wajah sembab Nissa
“ Nissa kamu kenapa?” Isyah
menghampiri Nissa yang langsung tidur di kasur memegangi wajahnya yang memang
terlihat basah
“ Iya ini bocah, masuk biking orang
bingung “ Tika memukul Nissa dengan bantal berharap ia duduk
“ Nih minum dulu, terus cerita”
Nissa membalikkan badanya mengambil botol mineral yang diberikan Nissa
Ketiga gadis itu kini mendekat pada
Nissa menunggu gadis berkacamata itu cerita tentang wajah sembabnya.
“ Cepet cerita kau! Jangan buat
greget gini.” Nana sudah tak sabaran menunggu Nissa cerita
“ Aku sa-lah ya...?” Nissa dengan
nada gementar membuka mulutnya
Ketiga sahabatnya hanya saling
pandang, bukan memberikan penjelasan justru Nissa memberikan pertanyaan.
“Salah gimana? Coba ceritain dari
awal, tapi jangan sambil nangis. Wkwk gak tega liatnya” Isyah sembari tertawa
kecil berharap dapat mengibur Nissa
“ Hooh Nis, bingung kita liatnya.
Cup..cup..cup cerita dari awal ndok ojo kambek nangis ngunu gak penak delok e”
Tika memberikan bahasa kerjaannya agar Nissa sedikit berhenti dari tangisanya
“ Tadi kan.. sebelum kesini aku
niatnya pake angkot, udah nunggu pinggir jalan” Nissa terjeda jemarinya
membuang air mata yang sempat turun dari peluk mata
“ Terus!?” Nana sedikit menyatakan
rasa bingungnya dengan penekanan
“ Aku ketemu sama Dimas, dia dari
terminal ngater Putra...” Nissa menutup wajahnya, membuat ketiga sahabatnya
semakin kesal menunggu cerita Nissa yang terjeda-jeda
“ Ketemu kak Dimas? Kok gak ajak aku
sih.. huaaa!!! Padahal kangen digombalin” Tika histeris mendengar nama Dimas
“ Astagfirullah bocah! Digombalin
kok kangen!?” Isyah dan Nana geleng-geleng kepala
“ Putra pergi, dia pergi gak pamit
dan dia bawa hati aku. Salah gak ya tapi aku emang sedih, egois gak sih? Aku
yang ada rasa sama dia aku juga yang kesiksa. Aku gak minta suka dan nyimpen
perasaan sama dia tapi ini natural semenjak aku kenal dia. Udah ada rasa ketemu
3 kali makin kuat ajah, dia suka datang kalo aku lagi ngelamun sebenernya dia
yang aku lamunin. Aku salah gak sih jadi gini?” Nissa mencurahkan hatinya, ia
mulai jujur mengatakan perasaanya pada Putra dan entah apa Isyah pun sama
seperti Nissa hatinya sedikit ada rasa yang tak bisa digambarkan bukan soal
sakit hati justru ia sendiri bingung mendeskripsikannya
“ Gak salah Nis, itu kan fitrah
manusia. Tapi jangan berlarut sedihnya” Nana menepuk pelan punggung Nissa
“ Tapi dia jahat Na... pergi gak
pamit, bawa hati aku” Nissa seperti gadis remaja umur 17 tahun yang baru
merasakan cinta, dimata sebagian orang yang tak mengerti perasaan itu mungkin
sedikit alay tapi cinta memang bisa membuat seseorang berubah menjadi apapun
hampir menghilangkan sifat dewasa Nissa yang biasanya terlihat dewasa
“ Dia pamit!, tersirat sih kemarin
siang. Kamu inget gak? pas digerbang kampus kan kita lagi beli somay terus si
Putra lewat, dia senyumkan? trus nelakson gitu. Biasanya kalo lagi nungguin adek kelas kita, yang anak hukum itu loh.
Boro-boro mau nyapa kalo ketemu di gerbang kampus? Masang muka ramah ajah gak!
Apalagi senyum.” Jelas Tika
“ Nah, bener kau dia emang pamit.
Dan mungkin udah direncakan, acara sama club motornya kemarin bentuk pamit dia”
ucap Nana
“ Bisa jadi sih? Kita kan pas acara
inti gak keluar, gak tanya juga itu acara apa? Wkwkw udah Niss, kalo jodoh gak
kemana. Semua perasaan mu normal Niss, tapi jangan cemburu sama aku yang gak duanya
dari kamu. Hiihi aku gak ada apa-apa
sama manusia itu” tatapan Isyah menyelidik pada Nissa
“ Apaan? Aku gak cemburu sama kamu
Syah!” Nissa memalingkan wajahnya dari tatapa Isyah
“ Alhamdulilah, peyuk ah..
peyuk...!” Isyah langsung memeluk Nissa, sebenarnya ada Isyah tau Nissa memang
cemburu tapi mana mungkin seseorang mengakui cemburunya.
“ Gak ikut pelukan!, si Isyah bau
debu dia kesinikan motoran” sindir Tika dengan persiapan lari, takut botol air
mineral melayang ke badanya
“ Kutu kupret kamu Tika...! wangi farfum
gini” Isyah setengah berteriak Pada Tika yang sudah menjauh
“ HOY.. kalian nih, berisik? Kamar kos sebelah
penghuninya galak, diomelin baru tau kau” Nana terkekeh mendapatkan
sahabat-sahabat yang selalu memberikan kehangatan, dengan sedikit bumbu konflik
yang biasa dirasakan dan itu bisa diatasi karena mereka saling menyayangi
“ Iya nyoya pemilik kamar kos,
sekalian pamit dah. Aku ada duit yang harus segera dijemput”
“ Pasti orderan kue kan?” tebak Tika
“ loh kok pulang, kan aku baru dateng
Syah” ucap Nisa
“ Kamu sih lama, pasti lagi ngepoin
si manusia itu ya dari Dimas jadi dateng kesini lama. Aku pulang mau buat
orderan, sebenernya besok pagi tapi bahannya belum lengkap.” Goda
Isyah pada Nissa
“ Dikit, hahah” Nissa mengakui
dirinya yang memang banyak bertanya soal Putra pada Dimas sampai membuat molor
jam datang ke kosan Nana
“ Tuh! Bener tebekan aku, udah aku
pulang dulu.Assalammualikum!” Isyah
pergi dengan tas di punggungnya
“ Walaikumsalam, hati-hati woy!”
ketiga sahabatnya menjawab
Sepanjang jalan lalu lalang kendaraan tak mengubah bayanganya dalam otak Isyah,
entah sejak dimenit keberapa Putra muncul di beberapa jengkal jalan yang ia
lewati. Jalan itu, seakan bercerita saat pertama kali ia harus saling bertemu
dalam keadaan yang kurang baik, karena membuat luka di dagunya dan badannya
terasa sakit. Ya saat itu, dagunya bercucur darah, bahkan sekarang bekasnya
masih ada meski mulai sedikit pudar karena salep yang rajin Isyah gunakan.
Tetap saja berkat Putra ia merasakan pedihnya jalan lintas ini. wajahnya,
senyum yang langka, nada bicara datarnya, cueknya membuat Isyah senyum-senyum
sendiri diatas motornya.
“ Bodoh! Kenapa pikiran ini
ngelantur kesana? Ini apaan sih, hati aku berasa aneh banget antara sedih sama
bahagia mikirin manusaia itu” Isyah memukul helmnya sendiri menyadarkan dirinya
yang sudah terlalu lama menyusuri jejak kenangan Putra bersama Black motor
kesayanganya.
BAB 10 AKU BERJUANG
Rak-rak buku itu seperti tempat
persembunyian, tinggi dan rapat dengan jajaran buku yang ada. Bagi sebagian
mahasiswa, perpustakaan adalah tempat ternyaman untuk menenangkan pikiran karena dilarangnya
berisik pada ruangan itu menjadikan suasananya hening. Ruang perpustakaan
dengan Ac yang mendingkinkan setiap pengunjung, penerangan yang cukup, nuasana
hangat dari chat kuning dan wifi merupakan surga dikampus.
Kali ini tekadnya bulat, mengikuti
lomba ini adalah salah satu bentuk untuk bertahan di kampus. Baginya pendidikan
adalah penting, melanjutkan kejenjang tinggi bukan hanya soal ajang mencari
gelar, justru sebuah ambisi jiwa mudanya mempunyai segudang mimpi yang ingin
dicapai. Dan ini adalah pijakan dasar yang harus ia perjuangkan. Sebuah pijakan
yang nantinya mengokohkan mimpinya. Isyah
memang kurang dalam segi dukungan dana, segala kebutuhan kampus selalu ia
usahakan dengan keringatnya, sampai dititik peringatan kampus tentang
pembayaranya yang macet sudah masuk dalam resiko yang ia pastikan akan terjadi.
Semua ia nikmati secara perlahan, beban itu yang akan mendewasakan seseorang
dan meninggalkan bekas perjuangan yang akan ia nikmati nanti.
Isyah sudah mengumpulkan beberapa
buku referensi dari rak-rak buku perpustakaan ini, matanya menelusuri lembaran
buku yang dipegang sesekali jemarinya menulis di buku catatannya. Sebuah lembaran
dengan konsep yang matang sudah dipegang Isyah, tahap pertama dalam menuntaskan
karya ini adalah sebuah konsep dengan solusi yang akan ditawarkan Isyah.
“ Woy! Pantesan di kantin tadi si
Nissa Cuma sama si Nana dan Tika, ternyata ketua gengnya disini” ucap lelaki berbadan
jangkung namun sedikit ceking
“ Adam!, main woy-woy ajah, aku ada
nama” lirik Isyah pada Adam yang masih saja berdiri disampingnya
“ Eh, kamu ikut lomba karya ilmiah?”
Adam mencondongkan kepalanya pada Neetbook milik Isyah
“ Ih, sana-sana! kepala kamu
ngalangin aku ngetik” Isyah mendorong kepala Adam yang terlalu dekat dengan
neetbook miliknya
“ Pelit!” Adam justru menarik kursi
dan duduk didekat Isyah
“ kok duduk sih disitu?” Isyah
menyipitkan matanya pada adam
“ Ini perpus punya siapa sih? Lagian
ini rame, aku gak mungkin aneh-aneh kali, tuh liat RAME! Lo teriak ajah kalo
aku apa-apain” Ucap Adam menatap Isyah tajam
Isyah teratawa geli, sebenarnya ia
hanya basa-basi kepada Adam
“ Lah malah ketawa, sini aku bantu
sumbangsih pikiran wkwkw gini-gini juga faham sama tema itu” Adam menawarkan
dirinya untuk membantu Isyah
“ Helah, kalo faham kenapa gak ikut
lomba sekalian” Isyah menyedekapkan kedua tangnya di dada
“ Kasian ntar kamu kalah” Ucap Adam
dengan sombong
“ Hi.. over dosis kamu Dam!, ini
yang ikut juga banyak apalagi dari anak-anak fakultas sastra. Jadi jangan
sombong gitu” Isyah memainkan alisnya, heran dengan Adam yang tingkat
kesombongnya
“ Cerewet!, coba mana konsepnya ada
belum?” Adam menyodorkan tangan kanannya meminta konsep karya ilmiah Isyah
“ Nih, aku sih konsep intinya dulu,
belum terlalu dijabarkan dengan solusi” jelas Isyah
“ Ini problem yang mau kamu angkat
apaan?” tanya Adam sembari memahami konsep kerangka karya tulis Isyah
“ SDM lembaga pendidikan yang kurang
memahami kurikulum 2013, kalo kesimpulan aku sih di K-13 ini kan banyak berkas
yang harus di lengkapi tuh, kayak RPP Silabus dan lainnya deh. Aku pengen fokus
ngaish solusi di balik keriwehan guru-guru melengkapi berkas-berkas itu” Isyah
mulai menjelaskan maksdunya, ia yakin Adam adalah teman yang cukup faham dengan
mata kuliah ini
“ Hem.. tapi harus di bahas secara
rinci dulu kurikulum itu apa Syah?” jemarinya menunjuk pada konsep yang ada di
buku Isyah
“ Beres Dam, aku masukin saran mu.”
Isyah menarik kembali buku catatan miliknya ditangan Adam dan kembali menulis
saran yang diberikan lelaki perawakan jangkung itu
“ So! Problem kamu kan udah dapet
ya, referensi di perpus juga kayaknya banyak buku yang bahas tentang kurikulum.
Biar makin kuat kamu harus cari narasumber yang faham dengan lembaga
pendidikan, survey ke lembaga pendidikan juga perlu.” Ketua kelas satu ini di
mata Isyah adalah sosok pria yang numayan cerdas, perawakan memang sedikit
dikatagorikan kurus tapi soal kecerdasan Isyah kalah saing dengan pria
didepanya.
“ Narasumber?..” Isyah mengulang
kalimat Adam
“ Iya, biar makin bebobot nilai mu!”
Adam memberikan suntikan semangat
“ Bu Ulan! ya.. beliau” Isyah
meneriakkan nama bu Ulan cukup lantang, Adam hanya menatap penuh tanya
” Terus solusi dari problem yang
kamu angkat apa?” Adam mengabaikan pertanyaan dibenaknya soal nama bu Ulan yang
diteriakkan Isyah
“ Semacam menawarkan Aplikasi
sebagai media bantu mereka menyelesaikan tugas pelengkap berkas yang
diperlukan, ya... “ kalimatnya terpotong karena melihat ketiga sahabatnya yang
berjalan kearah Isyah
“ Jadi karena deketin Nissa gak
dapet sekarang deketin kembaran si Nissa, ah kau payah. ” Nana terkekeh melihat
tatapan Isyah yang memasang wajah mirip kak rose yang akan segera mengeluarkan
amukanya
“ Ngaco! Dia bantu aku bahas ini”
Isyah menujuk semua buku-buku yang berserakan
“Hihi gak papa kalo iya juga, kan
kamu jomblo si Adam juga jomblo.” Tambah Tika
“ Dasar cewe-cewe riweh, berisik !.
Selamat berjuang Syah, banggakan aku sebagai ketua kelas mu ya! Pergi dulu ah,
berisik nih cewek-cewek” Adam berdiri dari kursinya dan meninggalkan keempat
gadis itu
“ Udah dapet referensinya?” Nissa menyadarkan
Isyah yang masih menatap punggung Adam semakin lama semakin hilang di balik
pintu masuk perpus
“ Alhamdulilah udah Nis,,. Eh,
kebetulan! Pinjem hp kamu donk” Sekelebat ide tiba-tiba saja merasuki pikiran
Isyah, ya sebuah rencana akan berjalalan melalui jari manisnya. Nissa
memberikan benda pipih itu tanpa banyak bertanya
“ YaAllah, banyak amat grup whatsApp,
ini kamu kalo ada no baru gak dibls apa? Ih kok Cuma di read sih. Aku kira kamu
udah chatan sama manusia itu”ketiga sahabatnya hanya saling melempar tatapan
bingung dengan semua ucapan Isyah
“ Chatan sama manusia apa? Apa sih
Syah gak ngerti aku.” Nissa menundukkan kepalanya kearah benda pipih yang
dimainkan Isyah, memperhatikan jemari Isyah yang kini menemukan kontak whatsApp
tanpa nama dengan jejak chat “Assalammualikum” yang hanya di read Nissa
“ Ya Cuma aku read ajah, gak jelas
Cuma chat salam gitu. Profilnya juga Cuma foto pemandangan sekitar gunung gitu”
tambah Nissa yang sekilas mengartikan tatapan Isyah
“ Oke 1 minggu kamu harus rajin chat
dia ya, sekalian bantu kelancaran lomba ku dan sisanya kelancaran” Isyah
menjeda ucapanya ada rasa berat mengucapkan hal itu, karena suatu perasaan aneh
sudah bersarang di hatinya tanpa ia sadari “ kelancaran hubungan kalian hihii”
tambah Isyah menuntaskan kalimatnya
“ Aaa... aku faham pasti yang kau
maksud manusia itu adalah si Putra kan?” Nana langsung menebak ucapan Isyah
yang menyebut manusia itu, dan Nana masih ingat tentang cerita yang sempat
Isyah bagi di kosan waktu itu
“ Putra? Maksudnya aku chat dia? Itu
no yang baru chat aku juga dia? Chat itu ada 1 hari sebelum dia pergi, kok dia
tau nomor aku?” senyum tipis penuh arti terlihat dalam wajah Nissa, mungkin
bahagia karena jalan untuk menghubungi
Putra tanpa susah-susah mencari kontak dambaan hatinya
Isyah hanya diam, sebenarnya itu
adalah ulah jail jari-nya yang sempat
memainkan handphone milik Putra saat mereka sedang berada di warung
bakso mang Dadang, tentu tanpa sadar itu adalah pertemuan terakhir mereka
sebelum Putra pergi tanpa pamit.
“ Seinget aku dia anak Teknik
Informatika, aku butuh jasa dia untuk desain Aplikasi yang bakal aku jadikan solusi
untuk karya ilmiah aku. Nah, kamu Niss sebagai jubir ku. Nanti kamu yang bakal
terus infokan ke aku soal aplikasi yang aku minta desainkan ke si Putra. Oke,
gak bisa nolak kali ini.” Ucap Isyah sedikit maksa
“ Lah, nyusahin orang kamu. Tinggal
salin kontaknya di hp kamu, chat sendiri lah masa nyusahin Nissa” Tika tak
memahami niat Isyah yang ingin memberikan jalan pada Nissa agar lebih dekat
dengan Putra
“ Hia bodo ah, kan yang aku nyusahin
Nissa ngapa kamu yang repot Tika.” Isyah menjulurkan lidahnya kearah Tika
“ Aku gangu dia donk, kalo chat
terus” Nissa menutupi rasa bahagianya mendapatkan jalan untuk lebih dekat
dengan Putra
“ Gak! Ini aku yang awalin chat dia,
tapi pake hp kamu. Males ribet, aku kan kalo ketemu dia bawaaan sensi eh ralat
maksudnya kalo hubungan sama dia.” Jemari Isyah terus mengetik pada layar
kyeboard hanphone Nissa, sebuah kalimat cukup sopan, jelas, padat ia kirim ke
kontak yang akan membatunya
“Nih, udah aku awalin nanti kamu
jadi asisten aku. Hahahaha usahakan komunikasian sama dia harus lancar, karena
itu alat pendukung untuk lomba ku” Isyah tersenyum kearah Nissa memberikan
intruksi yang sebenarnya seperti bom waktu yang akan meledak ketika waktunya
tiba, Isyah mengabaikan secuil perasaannya yang sudah mulai tumbuh kepada Putra
“ Eh.. ini dia malah telpon” Nissa
justru kebingungan mendapatkan telpon dari pria yang sudah mengisi hatinya
“ Lah! Angkat,macam mana pulak jadi
gugup kau” Nana terlihat greget melihat tingkah Nissa yang salah tingkah dan
membiarkan dering telponya
“ E..iya” Nissa menatap ketiga
sahabatnya dan kembali fokus kelayar handphone miliknya “ Assalammualikum, iya
ini Nissa bang. Bukan, yang ikut lomba Isyah. Gak tau dia minta Nissa yang
hubungin bang Putra, oh iya.. ini Nissa kasihkan” Nissa memberikan handphonenya
pada Isyah
“ Speaker ajah!” ucap Isyah menolak
benda pipih itu dengan mudahnya Nissa langsung menuruti perintah Isyah
“ Kenapa?” suara serak
seperti bangun tidur bersumber dari benda pipih yang dipegang Nissa
“ Udah ketebak pasti dia tanya
kenapa dulu, dasar manusia ini apa gak ada kosa kata lain yang lebih ramah
gitu? Tanya kabar kek apa kek!” gerutu Isyah dalam hatinya
“Butuh bantuan plus nagih janji”
Isyah mengeluarkan nafasnya berat, seperti malas tapi mememang butuh
“ Janji apa!?” suara dari benda
pipih itu seakan menaikan nada suaranya
“ Janji sama si kak Dani katanya mau
bantuin? Di warung mang Dadang tepatnya 3 hari lalu” Isyah mengigatkan Putra, yang ia yakinin
pasti Putra hanya pura-pura lupa
“ Udah ah, intinya minta bantuan.
Aku ikut lomba karya ilmiah itu, jadi tolong buatin aplikasi. Ntar gampang kalo
memang aku bagi hadiahnya, kalo kalah yang maafkanlah gak bisa ngasih apa-apa”
Tambah isyah berharap jawaban Putra mengatakan iya
“ Bagi hadiah apa? Jaket aku ajah
gak kamu balikin” kalimat itu berhasil membuat Isyah menaikan kedua
alisnya, pembahasannya malah dialihkan
“ Heh! Siapa yang pergi gak pamit.
Kamu kira aku ini peramal apa? Yang tau kamu mau kemana tanpa pamit, itu jaket
juga niatnya kok.” Isyah setengah berteriak memancing penjaga perpus
menghampiri keempat gadis itu
“ Dek, kalo telponan keluar ajah.
Ini perpus!” wanita berwajah jutek mengigatkan mereka khususnya tatapan tajam
pada Isyah yang beberpa detik teriak
“ Pelanin suara kamu Syah” Nissa
dengan suara yang sengaja ia kecilkan
“ Kamu gak punya hp? Ini yang
minta tolong kamu tapi yang dibuat ribet Nissa.” Benda pipih itu mengawali
lagi pembahasan mereka
“ Dengan kerendahan hati, ini perpus
bro. Aku lagi males ribut, tolong bantu lah” Isyah setengah memohon pada benda
pipih yang pemilik suaranya membuat sebal
“ Ya siapa yang ngajak ribut?” entah
ekspresi apa dibalik benda pipih itu, namun dari suaranya menampakkan sebuah
ejekan “ aplikasinya gimana, kamu jelasin dulu biar aku bisa rancang!” tambah
Putra, kali ini kalimatnya membuat Isyah puas sedangkan ketiga sahabatnya ikut
mendengarkan percakapan Putra dan Isyah yang memang speaker-nya diaktifkan
dengan mudahnya semua bisa mengetahui isi pembahasan mereka
“ Jadi tuh... “ Isyah menjelaskan
panjang lebar tentang semua rancangan yang akan dijakan sebuah aplikasi, 1
bulan adalah waktu yang cukup untuk merancang. Walau Isyah belum tau pasti
rutinitas apa yang sedang dilakukan pria berdarah palembang itu di Ibu kota.
“ Oke” satu kata dari Putra
sekaligus mengakhiri pembahasan kali ini
Semua berjalan sesuai rencana Isyah,
walau kalimatnya sering mengucapkan kesal pada manusia itu justru hatinya
sebaliknya. Ada senyum dibalik wajah datarnya apalagi ia merasa seperti
memasang topeng didepan sahabatnya Nissa, gadis anggun keibuan itu kini sedang
dekat dengan Putra walau dengan berlandasakan dasar kepetingan aplikasi yang
mereka bicarakan 1 minggu lalu dan kini berjalan menuju 3 minggu. Artinya sudah
dekatnya Putra dan Nissa, kadang Isyah mengajak Nissa pergi kerumah Bu Ulan
sebagai narasumbernya tentunya hal itu membuat Nissa merasa senang karena
menjadi jalan untuk mendekati ibu yang melahirkan pria yang berhasil membuat
hatinya jatuh. Isyah senang mendapatkan sahabatnya selalu menceritakan Putra
yang semakin dekat, tentu kebohongan soal rasa yang berbalik dengan hatinya.
Jika mengingat kalimat Nana dulu,
itu memang benar. Kita tidak bisa membatasi untuk suka dengan siapa, itu
natural yang ada hanya berperan dalam kepura-puraan dengan bom waktu yang
mungkin siap meledak dengan sendirinya. Tidak, saat ini Isyah memang sedang
fokus kearah karirnya ia mementingkan pendidikannya, memastikan semua aman
terkendali dengan surat sakti di kampus tercintanya. Yakin dalam hatinya, perih
dan perjuangan tak akan sia-sia. Waktu akan membalas semua kerja kerasnya, dan
soal cinta apalagi perasaan yang ia sadari mulai menyukai orang yang sama
disukai sahabatnya adalah hal bodoh yang harus dijauhi.
BAB 11 SATU MOTOR
YANG SAMA
Isyah menahan degup jantungnya,
beberapa kali ia menganti tisu yang digunakan untuk mengelap keringat yang
sudah membasahi pelipisnya. Keringat ini muncul bukan karena cuaca justru rasa
gugup untuk mempertanggungjawabkan karyanya di hadapan dewan juri. Neetbook
merah lengkap dengan slide power point dan kelengkapan barang bukti lainnya
yang akan ditampilkan dalam 10 menit ini sudah matang dipersiapkan untuk dewan
juri yang akan memberikan penilaian.
Tatapanya terus mencari keberadaan
ketiga sahabatnya dan teman-teman sekelasnya, karena cuma Isyah yang
memberanikan diri mengikut lomba karya tulis dengan lawan rata-rata anak sastra
dan hukum. Uji nyali dan iseng-iseng berhadiah begitu niatnya. Ini adalah tahap
ketiga setalah dua tahap yang ia lewati bersama peserta lain, peserta makin
terkikis di babak terakhir ini adalah babak penentu untuk mendapatkan juara
dengan saingan semakin ketat karena sudah ada penyisihan di dua tahap
sebelumnya. Enam peserta sudah berada di depan, mereka akan mempresentasikan
masing-masing karya mereka didepan para juri.
Mungkin ini yang dinamakan simulasi
sidang skripsi yang merupakan rutinitas setiap mahasiswa dalam menyelesaikan
tugas akhirnya, rasa gugup sudah bersarang di setiap peserta. Bukan apa-apa,
pastinya akan ada pertanyaan dosen yang ditugaskan sebagai juri. Tatapan juri
sudah seperti panah yang menusuk hati peserta, bukan takut karya mereka di cap
plagiat atau akan mendapatkan coretan sana sini karena itu tahapan yang sudah
dilalui, sekarang justru semua peserta
sedang mempertaruhkan perjuangan selama 1 bulan dalam menyusun karya tersebut
melalui mulut mereka. Ya mereka akan mempertahankan karya mereka dengan
penguasaaan dalam persentasi setiap peserta.
“ Aisyah Daaniyah” juri memanggil
nama Isyah, tentu Isyah langsung maju mendekat kepada proyektor yang sudah ada
kemudian langsung menampilkan slide yang sudah ia berikan kepada operator dan
tak banyak buang waktu Isyah menarik nafas panjang. Tangan kanannya kini
memegang mic, ini acara apa sampai seperti lari maraton membuat sekujur tubuh
Isyah hampir basah karena mengeluarkan keringat kegugupanya.
“ Bismillah, baik ada beberapa point
yanga akan saya bahas...” Isyah terlihat gugup terlihat dari suaranya yang
sedikit bergetar, sekali lagi Isyah menarik panjang nafasnya strategi kecepatan
mengoceh dengan jelas harus ia lakukan agar penyampaianya sesuai dengan waktu
yang diberikan. Jantung berdebar tak sesuai durasinya sama seperti saat ia
ketika menyalip kendaraan dengan waktu yang hitungan detik jika salah
perhitungan akan berakibat pada keselamatanya. Hati kecilnya seperti
menyuntikan semangat “ cukup di acuhkan! Aku mau kampus lihat aku dari sisi
lain” sebuah kalimat yang menggambarkan rasa lelahnya yang diabaikan,ya
memang diabaikan karena tak ada alasan yang mampu dikenang pihak kampus. Dan
kali ini Isyah akan membuat dirinya diakui.
2 jam berada di zona yang
menegangkan karena diserang pertanyaan juri, akhirnya selesai. Sebuah hasil
akhir yang akan diumumkan nanti saat sebelum ujian akhir semester dilaksanakan.
Beban karya ilmiah ini akhirnya berakhir juga, urusan akhir biar Allah yang
atur Isyah percaya apapun akhirnya itu adalah usaha yang sudah di kerjakan
sungguh-sungguh oleh Isyah.
“ MasyaAllah, kau ngomong tadi cepet
amat!” Tika memang melengo saat Isyah mengoceh didepan
“ Apa kecepetan?, jelas gak sih pas
aku ngomong” Isyah sedikit khawatir kalimatnya tak jelas di dengar juri
“ Jelas, udah tenang juri pasti denger. Kami
ajah yang dibelakang jelas banget denger kau ngoceh” Nana menepuk-nepuk
punggung Isyah
“ Alhamdulilah deh kalo gitu, Nissa
kemana? Tadi aku lihat dia kayak videoin aku deh dari awal ampe kalimat
penutupan aku”